Cita Rasa Kakao Indonesia*

Author : Humas | Rabu, 07 Desember 2022 09:26 WIB | Malang Posco Media - Malang Posco Media

Indonesia merupakan negara Gemah Ripah Loh Jinawi, dengan makna perjuangan bangsa Indonesia untuk menciptakan perdamaian atau ketenteraman, kesuburan, kemakmuran, keadilan, mulia abad, dan tata raharja.

Tulisan kali ini, mencoba mengingatkan kembali para petani muda (milenial) serta pengusaha bahwa kakao Indonesia menunggu untuk terus diperjuangkan, dengan potensi cita rasa nusantaranya melalui satu titik pengolahan penting yaitu fermentasi.

Makanan Para Dewa

          Kakao (Theobroma cacao)memiliki nama taksonomi yang unik. “Theobroma” sendiri memiliki makna “makanan para dewa.” Pada masa peradaban Suku Maya, kakao menjadi bagian pada ritual persembahan untuk para dewa. Setelah berjalan beberapa abad, kakao akhirnya dapat diolah dan dikonsumsi oleh masyakarat pada umumnya.

          Menurut International Cocoa Organization (ICCO), Indonesia termasuk negara pemasok utama dunia setelah Pantai  Gading,  Ghana, Ekuador,  Kamerun,  dan  Nigeria  (ICCO,  2019). Kakao memiliki cita rasa yang khas dan unik. Hal ini tergantung dari cara pengolahannya, terutama pada bagian fermentasi biji kakaonya. Selain itu, cita rasa bervariasi tergantung pada jenis kakao yang diolah. Terdapat tiga variestas utama kakao di dunia yaitu, Criollo, Forastero, dan Trinitario.

Kakao Criolloberasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Merupakan tipe tanaman kakao yang menghasilkan biji kakao kering premium yang dikenal sebagai Fine Flavour Cocoa, choiced Cocoa, Edel Cocoa, serta Kakao Mulia. Kakao varietas ini umumnya menghasilkan biji kakao dengan kualitas tinggi, tapi produktivitasnya rendah.

Kontribusinya terhadap produksi kakao dunia hanya sekitar 5 persen. Selain karena produktivitasnya yang rendah, kerentanannya terhadap penyakit juga menurunkan minat petani untuk membudidayakan kakao jenis ini. Biji kakao Criollo memiliki warna putih hingga pink.

Kakao Forasteromerupakan tipe tanaman yang menghasilkan biji kakao kering bermutu sedang yang dikenal sebagai ordinary cacao atau kakao baku serta bulk cacao. Sebanyak 93 persen produksi kakao di dunia  merupakan jenis Bulk cacao (kakao lindak) yang dihasilkan dari negara di Afrika Barat, Brazil, dan Dominica.     

Produktivitas kakao jenis ini lebih tinggi dibandingkan Criollo. Bahkan produksinya mencapai 80 persen total produksi kakao global. Forastero memiliki biji berwarna ungu dan rasanya cenderung pahit. Namun demikian, varietas ini lebih banyak dibudidayakan daripada Criollo karena produktivitasnya tinggi dan lebih tahan terhadap penyakit.

Kakao Trinitariomerupakan tipe hibrida yang berasal dari persilangan alami Criollo dan Forastero sehingga sangat heterogen dengan biji kering yang dihasilkan bisa Edel Cocoa maupun Bulk Cocoa yang artinya kakao jenis ini dapat menghasilkan biji kakao Fine Flavour maupun Bulk Cacao.         

Varietas ini memiliki aroma Criollo, namun produktivitas dan ketahanannya terhadap penyakit diturunkan oleh Forastero. Karena berasal dari dua induk yang karakteristiknya sangat berbeda, karakteristik buah dan biji kakao Trinitario juga sangat bervariasi. Kakao di Indonesia sendiri hampir sebagian besar merupakan varietas Trinitario.

Cita Rasa Kakao Teknologi Fermentasi

Kakao memiliki teknik pengolahan pascapanen dan pengolahan menjadi produk yang unik. Kakao perlu diolah sedemikian hingga, terutama melalui fermentasi untuk mendapatkan cita rasa yang sesungguhnya sesuai dengan single origin daerah asal masing-masing. Tampaknya, cita rasa kakao dipengaruhi faktor geografis, variestas, dan juga fermentasi yang dilakukan.

Tahapan pengolahan hulu (pascapanen) kakao antara lain: panen buah, sortasi buah, pemecahan buah, fermentasi, dan pengeringan. Setelah menjadi biji kakao kering hasil fermentasi maka langkah selanjutnya adalah pengemasan. Fermentasi merupakan inti pengolahan biji kakao yang mutlak dilakukan untuk memperoleh biji bermutu baik.          Menurut hasil penelitian Puslitkoka Jember, fermentasi bertujuan untuk memperbaiki dan membentuk citarasa dan aroma khas coklat, serta menghasilkan senyawa pembentuk warna coklat serta untuk mengurangi rasa pahit dan sepat.    Syarat fermentasi adalah buah harus matang, minimal 40 kg biji segar, tebal pemeraman minimal 40 cm, durasi (kakao mulia=2-3 hari, lindak=4-5 hari), 1 kali pembalikan. Beberapa petani melakukan pembalikan 2 kali, sesuai dengan kondisi dan cita rasa yang diinginkan.

Bagaimana cita rasa kakao bisa terbentuk melalui fermentasi? Hal ini berkaitan dengan senyawa yang terdapat pada kakao dan perubahan senyawa yang terjadi selama proses fermentasi. Kandungan gula pada pulpa buah kakao merupakan sumber bahan baku mikroorganisme untuk melakukan fermentasi.

Mikroba yang bekerja biasanya merupakan Sacharomyces cerevisaeyang merupakan bakteri asam laktat (BAL). Bakteri tersebut memecah gula menjadi etanol kemudian menjadi asam asetat. Gula juga berubah menjadi asam laktat. Gula yang mengalami fermentasi akan terpadu dengan adanya perubahan pada senyawa theobromine dan epicatechin yang dimiliki kakao. Pemecahan fermentasi dengan adanya asam laktat dan asam asetat menjadi paduan cita rasa yang unik.

Hasil fermentasi yang baik ditandai dengan permukaan biji berwarna cokelat, agak kering, aroma cuka (asam asetat) menonjol. Penampang (tekstur) keping biji antara lain biji nampak berongga, berwarna cokelat. Cita rasa yang dihasilkan oleh biji kakao fermentasi memiliki beberapa atribut utama yang khas. Antara lain rasa coklat yang khas (cocoa), asam (acid), pahit (bitter), dan sepat (astringen).           

Cita rasa yang unik bisa dinilai juga dari atribut tambahan seperti  buah segar (fresh fruit), buah yang dikeringkan (browned fruit),bunga (floral), kayu (woody), rempah (spicy), kacang (nutty), manis (sweet, caramelpanella, brown sugar), panggang (browned, roast).

Atribut sensori utama dan tambahan inilah yang menjadi daya tarik tersendiri pagi buyeruntuk membeli kakao hasil fermentasi Indonesia. Setiap daerah akan menghasikan kakao dengan rasa yang unik, beberapa di antara khas asam floral bahkan freh fruit seperti kakao Bali dan Jawa Timur, serta ada yang manis gurih spicy seperti kakao Papua.

Fermentasi sendiri memiliki standar yaitu, Standar Minimum Pengolahan Pasca Panen Biji Kakao sesuai SNI biji kakao (SNI 2323:2008) dan Standar Mutu Biji Kakao Internasional 2292:2017. Kedisiplinan dan konsistensi akan Standar Operasional Prosedur (SOP) pada tahap fermentasi menjadi kunci mutu produk dan harga yang sesuai oleh buyer.           

Berdasarkan semua kondisi ini, kakao akan selalu berpotensi dengan sifat “dewa” nya dan rasa unik Gemah Ripah Loh Jinawi.Bukan hanya manis, kakao akan berpotensi melejit dengan cita rasanya yang khas dan unik Nusantara. Bersatu dengan cita rasa, bersatu untuk Indonesia.(*)

Sumber: https://malangposcomedia.id/cita-rasa-kakao-indonesia/
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared:

Kategori

Berita Terpopuler