Budaya dan Modal Asing, Jadi Ancaman Terbesar

Author : Humas | Senin, 16 Januari 2012 20:52 WIB | Malang Post - Malang Post

MALANG - Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin mengingatkan ancaman terbesar negara ini tidak hanya masalah militer saja. Tapi ancaman budaya asing dan kekuatan modal asing harus diwaspadai. Karena itu ada harapan besar yang bisa digantungkan dari upaya pemerintah melahirkan UU keamanan nasional (kamnas) yang saat ini sedang dirumuskan.
”Bangsa ini belum punya strategi nasional untuk menghadapi tantangan global,” ungkap Din Syamsudin dalam stadium general di DOME Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sabtu (14/1).
Karena itu ia meminta warga Muhammadiyah terutama perguruan tingginya untuk ikut mengkritisi Rancangan Undang-undang Kamnas. Sebab menurutnya konten RUU tersebut masih belum sempurna.
“Muhammadiyah mendukung RUU ini, tapi isinya belum tentu kami setujui semua. Karena itu akan diisi melalui diskusi,” ujarnya.
Hadir di acara yang dipandu rektor, Muhadjir Effendy, itu Dirjen Strategi Pertahanan Kemenhan, Mayjend TNI Puguh SantosoSesi ini diikuti sejumlah dosen dan sekitar 400 mahasiswa Fakultas Hukum UMM.
Selain itu, dalam sesi focus group discussion (FGD), beberapa ahli memberikan pandangannya. Antara lain ketua Litbang PP Muhammadiyah, Dr. Riefki Muna, dua tim dari Kemenhan Dr. Agus Brotoseno dan Dr. Nugraha, serta Dirkomat Dirjen Strahan dan Dirkum Dirjen Strahan Kemenhan RI.
Din menyatakan komitmen Muhammadiyah dalam menyusun sistem kenegaraan yang lebih baik, termasuk dalam RUU Kamnas itu. Pihaknya akan memberikan yang terbaik apabila memang dilibatkan.
UU Kamnas dinilai Din sangat urgen mengingat Indonesia saat ini tidak memiliki dua hal. Pertama, self defense mechanism (mekanisme mempertahankan diri), baik dari ancaman subversi fisik maupun subversi budaya. Yang kedua, strategi nasional yang menyangkut strategi kebudayaan, strategi peradaban, termasuk strategi keamanan untuk menghadapi perubahan yang deras dan cepat.
Reformasi, kata Din, telah melahirkan egoisme sektoral yang menjalar menjadi konflik sosial. Ironisnya lagi, kekerasan pemilik modal (capital violence) telah bersekongkol dengan kekerasan oleh negara (state violence) yang didukung oleh aparat kepolisian. Kasus-kasus seperti di Mesuji, Bima dan Timika adalah bukti adanya ancaman capital dan state violence itu. “Itulah sebabnya harus ditarik ke dalam sebuah sistem national security,” ujar Din.
Senada dengan Din, Dirjen Strahan, Mayjend TNI Puguh Santoso mengungkapkan masih banyak persoalan yang harus diselesaikan dalam menata sistem keamanan nasional. Sistem itu tidak hanya dalam menanggulangi terorisme ataupun masalah perbatasan dengan menggunakan pendekatan ‘dar der dor’ (militer), tetapi juga menyangkut penunjukan secara profesional vocal point yang menanganinya. “Kita perlu civic military coordination (CIMIC),” katanya.
Menurut Puguh bicara soal keamanan adalah sebuah hakikat kehidupan. “Bagaimana mengamankan negeri ini adalah bentuk dari manusia itu sendiri, seberapa jauh tujuan yang ada dan seberapa mampu energi yang ada dan kemudian terbentuk dengan proses pemikiran sebagai hamba Allah. Perjalanan kita harus bisa mewujudkan cita-cita tersebut,” ujar Puguh.
Sementara itu dua tim Kemenhan yang merupakan dosen Fakultas Humum UI, Dr. Agus Brotoseno dan Dr. Nugraha, memberikan apresiasi kepada Muhammadiyah melalui UMM yang ikut mengkritisi RUU Kamnas. Kekritisan mahasiswa selama sesi berlangsung membuat keduanya terkesan. “Saya dosen UI tetapi mengakui mahasiswa UMM ini ternyata jauh lebih kritis,” sergah Agus Brotoseno.(oci/eno)

Sumber: http://www.malang-post.com/index.php?option=com_content&view=article&id=41592:budaya-dan-modal-asing-jadi-ancaman-terbesar&catid=67:edupolitan&Itemid=98
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared:

Kategori

Berita Terpopuler