MASSIMO Gorhetto, salah satu dosen asing Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) tampak khusyuk mengikuti prosesi upacara bendera memperingati 69 tahun Indonesia merdeka yang berlangsung di lapangan heliped UMM, Ahad (17/8). Ini adalah kali pertama bagi Massimo berpartisipasi dalam kegiatan sakral bagi rakyat Indonesia ini.
Menurut Massimo, ia hanya pernah sekali mengikuti prosesi upacara, itupun saat ia terlibat dalam wajib militer di negaranya, Italia.
“Di negara saya, hanya kalangan militer saja yang mengikuti acara seperti ini, warga sipil tidak pernah terlibat,” ujarnya.
Massimo benar-benar merasakan hal baru, karena baginya, bisa mengikuti seremoni bersama warga Indonesia adalah hal langka.
“Ini bisa menjadi cerita menarik bagi teman-teman saya di Italia, karena kebanyakan mereka tidak pernah mengalaminya,” papar dosen jurusan Bahasa Inggris UMM ini.
Kegiatan upacara bendera ini tidak hanya diikuti oleh kalangan dosen saja, tapi juga seluruh elemen kampus, seperti karyawan, satuan pengaman (satpam), bahkan juru parkir hingga perwakilan aktivis mahasiswa.
“Hal ini menandai pentingnya komunikasi antara berbagai unit yang ada di kampus ini, karena masing-masing pihak menjadi elemen yang tak terpisahkan,” kata sekretaris Badan Pembina UMM Wakidi yang berperan sebagai inspektur upacara.
Bagi Wakidi, upacara tahun ini sekaligus menandai peringatan kiprah UMM setelah setengah abad mengabdi pada bangsa. “Kebetulan, saat ini adalah momen penerimaan mahasiswa baru, tugas kita adalah terus melayani mereka demi kepentingan bangsa,” tandasnya.
Keterlibatan semua elemen juga terlihat pada peran satpam sebagai tim paskibraka, komandan kompi serta pemimpin seremoni. “Ini adalah kedua kalinya saya jadi pengibar bendera pusaka,” kata salah seorang satpam yang masih berusia muda, Norman Alfan Arif.
Selain upacara, kegiatan bertajuk “Pentas Merdeka UMM” ini dilanjutkan dengan lomba-lomba, yaitu lomba nyuwun tempeh, tarik tambang, sepeda lambat, karaoke, dan klompen raksasa. Salah satu peserta lomba nyuwun tempeh yang juga merupakan dosen jurusan Bahasa Indonesia, Daroe Iswatiningsih, menilai lomba ini perlu dilestarikan karena merupakan simbol alat produksi kalangan tradisional.
“Ini kan juga salah satu bentuk mengingat sejarah bangsa, sekarang ini tempeh sudah jarang dipakai ibu-ibu, karena sudah modern kita lebih suka menggunakan baki,” tutur Daroe yang menjadi juara I pada lomba nyuwun tempeh ini.
Tak ketinggalan, Massimo juga terlibat dalam dua lomba, yaitu lomba tarik tambang dan lomba sepeda lambat. Untuk lomba tarik tambang timnya meraih juara II sementara lomba sepeda lambat ia mencapai semifinal.
“Saya sangat menikmati lomba-lomba ini, sebenarnya saya ingin ikut semua lomba, tapi saya capek sekali,” kata Massimo yang mengidolakan klub sepakbola Italia Juventus ini.
Sembari berlomba, para peserta dihibur dengan lantunan lagu-lagu dangdut yang dinyanyikan di atas panggung. Di akhir acara, Rektor UMM Dr Muhadjir Effendy MAP dan Pembantu Rektor II Drs Fauzan MPd bahkan turut menyumbangkan suaranya. Peserta dan seluruh elemen kampus yang hadir semakin antusias saat Rektor menyanyikan lagu Kereta Malam.