MALANG - Kiprah Pusat Konseling Trauma Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dalam melakukan konseling trauma pada masyarakat di berbagai daerah di Indonesia, bergaung hingga ke luar negeri. Sembilan mahasiswa dan satu dosen dari Universiti Sains Malaysia sengaja datang ke Malang sejak Kamis (12/12/13) lalu, demi belajar tentang seluk beluk trauma, assessment dan penanganannya.
Ketua Pusat Konseling Trauma, Dr. Latipun, M.Kes, mengatakan ada banyak materi yang disampaikan dalam Workshop dan Latihan Konseling Trauma yang berakhir hari ini. Di antaranya, ada materi tentang konsep trauma, assessment dan treatment, konseling untuk trauma, trauma intervention plan (TIP) sampai intervensi bagi pemulihan trauma.
“Masih banyak lagi materinya. Sebab, saat kita berbicara tentang trauma harus menyeluruh, sehingga langkah konseling yang dilakukan pun berimbas positif sesuai tujuan dan target yang ditetapkan,” ucapnya.
Latipun menambahkan, workshop yang digelar ini merupakan pengalaman pertama bagi Pusat Konseling Trauma UMM dalam melatih peserta dari luar negeri. Karena itu, kedua lembaga ini berencana untuk melanjutkan kerjasama dan sinergi positif di masa mendatang. “Kami akan merumuskan bentuk kerjasama yang bisa dilanjutkan, sehingga workshop tidak berhenti sampai di sini,” tandasnya.
Pria yang juga menjabat sebagai Direktur Program Pasca Sarjana UMM ini mengungkapkan, pengalaman Pusat Konseling Trauma dalam menangani berbagai kasus dan peristiwa di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 2000 lalu. Saat terjadi tsunami di Aceh misalnya, pihaknya menerjunkan SDM untuk membantu penanganan trauma di sana, tidak hanya memberikan konseling langsung kepada warga yang menjadi korban, tapi juga melatih 1000 guru untuk memberdayakan mereka supaya dapat lebih tanggap dalam menangani para siswa untuk keluar dari kondisi trauma.
Bukan hanya itu saja, menurut Latipun, saat ada gempa Jogja, peristiwa lumpur Lapindo Sidoarjo dan ragam peristiwa besar lain yang memberikan efek traumatis pada masyarakat, maka Pusat Konseling Trauma UMM akan langsung menuju lokasi. “Cukup banyak peristiwa di Indonesia yang berakibat pada trauma masyarakat, misalnya kerusuhan dan bencana. Ini berbeda dengan kondisi di Malaysia dan mungkin negara lain, sehingga mereka ingin belajar di sini,” urainya.
Dalam skala kecil, lanjut Latipun, trauma bisa menimpa siapa saja ketika mereka mengalami peristiwa yang tidak wajar. Mulai dari kekerasan dalam rumah tangga, remaja yang diperkosa bergilir hingga anak yang dipaksa ayahnya berhubungan intim. Jika peristiwa itu terjadi, maka keluarga dan masyarakat sekitar harus segera memberikan perlindungan dan perhatian kepada korban, tidak memarahinya atau malah bersikap acuh.
“Misalnya, ada anak yang diperkosa oleh temannya. Ya keluarga jangan langsung memarahi dan menyalahkan, si anak ini sudah trauma akibat perkosaan, lha kalau ditambah kena marah lagi, dia bisa semakin trauma,” tandasnya.