Polemik Hukuman Ringan Koruptor, Dosen FH UMM: Hakim Harus Lebih Berani

Author : Humas | Kamis, 09 Januari 2025 09:01 WIB | Malang Post - Malang Post

MALANG POST – Salah satu kasus korupsi yang merugikan negara lebih dari 300 triliun kembali mendapat perhatian dari masyarakat. Pasalnya pelaku kasus tindak korupsi tersebut hanya mendapat vonis hukuman pidana selama 6 tahun, dan denda 1 milliar.

Tinuk Dwi Cahyani, S.H., M.Hum., Ph.D. selaku dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Malang menyampaikan, undang-undang yang ditegakkan di Indonesia terkait pidana korupsi sudah sangat jelas.

Bahkan dalam keadaan tertentu pidana mati bisa saja dijatuhkan. Sayangnya, dalam penerapan hukumnya belum sempurna.

Dalam kasus ini, Tinuk menyayangkan adanya vonis hukuman 6 tahun penjara tersebut, karena menurutnya ada opsi pidana seumur hidup hingga hukuman mati.

Seperti dalam Undang-undang yang telah diatur dalam Nomor 31 tahun 1999 pada pasal 2 ayat 1 dan 2 mengenai tindak pidana korupsi. Tentu saja menurutnya, pelaku pada kasus tindak pidana korupsi ini sangatlah merugikan negara Indonesia.

Maka dari itu Tinuk menyampaikan adanya putusan pidana tersebut sangatlah menusuk rasa keadilan, dan memukul hukum yang ada di Indonesia.

“Ini harusnya menjadi evaluasi bersama para penegak hukum di Indonesia, agar dapat memberikan hukuman yang setimpal kepada para pelaku korupsi yang telah merugikan negara.”

“Tentunya vonis hukuman 6 tahun penjara yang dijatuhkan pada terdakwa korupsi ini tidak akan membuat pelaku jera. Saya sangat menyayangkan adanya pemberian vonis yang tidak maksimal tersebut.”

“Bahkan tuntutan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) rendah hanya 12 tahun. Ditambah adanya putusan hakim yang hanya memvonis 6 tahun saja,” jelasnya.

Hal itu kemudian membuat rasa percaya masyarakat kepada para penegak hukum di Indonesia semakin menurun. Maka dari itu, Tinuk mengatakan bahwa tugas dari komisi yudikatif sangatlah besar dalam mengawasi peran hakim saat mengambil keputusan.

Tidak hanya komisi yudikatif yang bertanggung jawab seluruhnya dalam persoalan kasus ini, tetapi juga peran lembaga eksekutif, dan legislatif juga penting dalam ikut serta membantu. Utamanya untuk mengawal bersama mengenai kasus yang merugikan negara.

“Banyak kasus yang saya temui seperti pada kasus terorisme dan narkotika yang sudah banyak hakim berani menjatuhkan hukuman mati pada pelaku.”

“Namun dalam kasus korupsi, saya tidak menemukan adanya hakim yang berani menjatuhkan hukuman mati pada para pelaku korupsi. Saya rasa hal itu karena para pelaku korupsi berasal dari kalangan pejabat yang berpengaruh ataupun yang memiliki kuasa di Indonesia.”

‘Sehingga hal itu yang bisa saja membuat aparat penegak hukum masih tidak berani dalam memberi keputusan yang lebih tegas,” tegasnya.

Terakhir, Tinuk berharap, agar para aparat penegak hukum di Indonesia dapat lebih berani dalam memperjuangkan hak-hak negara dan kepentingan rakyat.

Keberanian yang tidak ditunggangi oleh kepentingan pribadi, melainkan hak untuk menuntut kesejahteraan rakya dan negara.

“Peran masyarakat juga penting dalam mengawal kasus-kasus seperti ini. Utamanya dalam mengontrol keadilan di negara Indonesia karena seluruh kalangan masyarakat harus saling peduli dalam hal pemberantasan tindak pidana korupsi ini,” kata Tinuk dengan tegas. (*/M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)

Sumber: https://malang-post.com/2025/01/08/polemik-hukuman-ringan-koruptor-dosen-fh-umm-hakim-harus-lebih-berani/
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared:

Kategori

Berita Terpopuler