MALANG- Pertemuan Nasional Pimpinan Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) bidang kemahasiswaan Sabtu (25/06) kemarin, memasuki hari pertama dari dua hari yang direncanakan hingga besok. Acara dimulai dengan pembukaan oleh Ketua Majelis Dikti PP Muhammadiyah, Dr. Chairil Anwar dilanjutkan dengan materi pertama oleh Ketua PP Muhammadiyah Prof. HA Malik Fadjar.
Rektor UMM Dr Muhadjir Effendy menyambut baik pertemuan ini, karena bidang kemahasiswaan dinilainya sebagai bagian terpenting dalam mengelola perguruan tinggi. “Mungkin pimpinan perguruan tinggi yang pahalanya paling banyak adalah yang mengurusi kemahasiswaan,” kata Muhadjir.
Menurutnya, problem kemahasiswaan bersifat inkonvensional, serba tidak pasti. Ini berbeda dengan urusan akademik yang harus mengurusi yang pasti-pasti. Misalnya, mengurusi kurikulum yang harus jelas, rutin dan terukur. Sedangkan kemahasiswaan bersifat dinamis, permasalahannya bisa datang dari mana saja dan kapan saja. Kondisi tiap perguruan tinggi juga berbeda-beda, sehingga perlu penanganan yang tidak seragam. Ada kampus yang sepenuhnya muslim dan Muhammadiyah, ada yang 80% non Muhammadiyah, bahkan ada yang mayoritas non Muslim. “Mengurusi mahasiswa adalah mengurus pengkaderan umat dan bangsa. Setiap PTM harus pandai-pandai mengkreasi kekhususan masing-masing,” lanjut Rektor.
Rektor berharap dalam pertemuan ini menghasilkan rumusan untuk langkah yang lebih kongkrit, seperti, even nasional yang dikelola bersama antar PTM. Misalnya, melakukan KKN bersama PTM seluruh Indonesia di sebuah daerah sebagaimana yang pernah dilakukan beberapa tahun lalu.
Sementara itu, Chairil Anwar membenarkan bahwa mahasiswa PTM adalah asset umat dan bangsa. Di beberapa daerah, mahasiswa adalah pendiri Muhammadiyah di pelosok-pelosok. Perannya sangat penting karena mereka mengalami pendidikan di PTM.
Menurut Chairil, ada tiga titik penting yang akan dibahas dalam pertemuan ini. Pertama, membahas mahasiswa sebagai obyek atau subyek dalam pendampingan. Kedua, penekanan pada penyiapan SDM mahasiswa ke arah knowledge based economy. Ketiga, penekanan pada emotional quotion (EQ) mahasiswa, sebagai kemampuan non akademik untuk menyiapkan pemimpin masa depan.
Pertemuan diikuti 155 Pembantu Rektor, Wakil Ketua dan Wakil Direktur bidang kemahasiswaan PTM se-Indonesia. Goal kegiatan ini adalah menyiapkan konsep aksi untuk mengintegrasikan pola serta strategi pendampingan kemahasiswaan di lingkungan PTM.
Sementara itu, Ketua PP Muhammadiyah Prof. HA Malik Fadjar, MSc mensinyalir mengelola bidang kemahasiswaan sama pentingnya dengan pengelolaan akademik. Kedua bidang itu tak ubahnya seperti seperti dua sisi mata uang. “Keduanya sangat penting untuk menyiapkan generasi ke depan,” katanya.
Mahasiswa, kata Malik, yang juga mantan Menteri Pendidikan Nasional, bisa kelompok elit yang melakukan perubahan besar. Republik ini lahir bukan gegap gempitanya massa tapi sekelompok orang-orang terdidik itu. Apakah peran seperti itu akan lahir lagi di masa mendatang, tergantung bagaimana pembinaan kemahasiswaan yang kita lakukan.
Di kalangan PTM sendiri, kata Malik, problem pengelolaan kemahasiswaan tidak senderhana. Banyak persoalan besar yang menjadi pekerjaan rumah dan menjadi pemikiran bersama. Di antaranya, menghadapi kebijakan bidang kemahasiswaan yang diterapkan pemerintah, student government yang mengenal jabatan presiden, menteri hingga gubernur di kalangan mahasiswa. Label seperti itu tidak menjamin perbaikan gerakan mahasiswa. “Lha kok itu yang nampak, padahal itu tak menyentuh subtansi. Mestinya mencari yang cerdas, membangun peradaban ke depan, apakah dengan pranata itu cukup. Baik organisasi intra, ekstra maupun profesi mahasiswa itu cukup fungsional, itu yang penting,” tegas mantan Rektor UMM ini. (oci/udi)