Oleh :
Novi Puji Lestari
Pengajar Fakultas Ekonomi
Universitas Muhammadiyah Malang
Pemerintah saat ini masih terlihat sibuk mengurus penegak hukum, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tengah “perang terbuka” dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Diakui atau tidak polemik KPK dengan Polri tersebut menyita banyak energi, sehingga sudah saatnya pemerintah Indonesia yang dipimpin Ir. Jokowi segera menyelesaikan polemik tersebut demi dunia usaha, karena bagaimanapun juga dalam dunia usaha dibutuhkan kepastian hukum.
Apalagi saat ini pemerintah dan DPR telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,7 persen. Meskipun lebih kecil dari pada usul pemerintah yang mencapai 5,8 persen, angka itu masih tergolong tinggi. Itu juga lebih laju ketimbang realisasi pertumbuhan ekonomi 2014 yang hanya 5,1 persen. Pertumbuhan 5,7 persen ialah sasaran yang memerlukan kerja ekstra keras untuk diwujudkan di tengah situasi perekonomian global tidak kunjung menentu.
Asumsi pertumbuhan
Keputusan tersebut diambil di saat laju pertumbuhan perekonomian banyak negara berkembang diprediksi melambat, Indonesia justru yakin mampu melaju lebih cepat. Tentu saja, tidak salah menetapkan target tinggi. Bahkan, ia bisa menjadi motivasi untuk berupaya sekuat tenaga meraihnya.
Lain ceritanya bila target tersebut sekadar angka untuk dituliskan dalam kolom asumsi pertumbuhan pada anggaran pendapatan dan belanja negara. Itu angka yang hanya bersifat formalitas. Tercapai syukur, tetapi jika tidak tercapai, salahkan keadaan. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengakui Indonesia tidak banyak berharap pada kinerja ekspor untuk menunjang pertumbuhan. Apalagi harga minyak anjlok dan diperkirakan bertahan selama paling tidak satu semester. Itu berarti penerimaan sektor minyak dan gas akan tergerus cukup signifikan.
Setelah hilang harapan di pos ekspor, pemerintah fokus pada investasi dan konsumsi masyarakat. Keduanya diandalkan sebagai motor penggerak untuk meraih target pertumbuhan 5,7 persen tahun ini dan 7 persen dalam tiga tahun mendatang. Menguatkan investasi dan konsumsi bukan hal mudah. Investasi membutuhkan iklim usaha yang kondusif.
Hal tersebut menjadi penting adanya mengingat pembangunan ekonomi Indonesia pada masa datang akan bertumpu pada industri dan manufaktur. Era ketergantungan pembangunan ekonomi melalui sumber daya alam segera berakhir. Pertumbuhan ekonomi yang dicapai Indonesia saat ini sudah baik, terutama bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Memang, seharusnya Indonesia bisa lebih dari itu, terutama bila melihat kondisi ekonomi negara ini yang cukup baik. Salah satu industri yang perlu diperhatikan adalah automotif. Industri yang padat modal, padat teknologi, dan padat karya. Dalam kurun satu dekade terakhir, Indonesia telah menjadi kekuatan baru industri automotif dunia.
Beberapa prinsipal bahkan sudah bersedia dan merealisasi investasi di Indonesia. Jika dibandingkan dengan Thailand yang selama ini tentu menjadi salah satu negara yang kompetitif di sektor ini, Indonesia memiliki banyak kelebihan. Selain populasi lebih besar, sumber dayanya juga berlimpah dan pertumbuhan ekonominya cukup baik dari tahun ke tahun. Di bidang ini, Indonesia memiliki daya saing tinggi.
Harus diakui, ada beberapa tantangan yang harus diselesaikan pemerintah saat ini salah satunya adalah tantangan menyangkut persoalan infrastruktur, stabilitas politik, kepastian hukum, insentif, dan rantai birokrasi. Masalah infrastruktur bukan hanya jalan, tapi juga listrik dan pelabuhan. Pembenahan infrastruktur itu memang membutuhkan dana sangat besar. Namun, tentu harus ada terobosan-terobosan dari pemerintah. Misalnya, untuk mengurangi subsidi BBM (bahan bakar minyak), bagaimanapun opsi yang dipilih tentu harus berani dicoba.
Subsidi harus tepat arah, tepat guna, dan tepat sasaran sehingga pemerintah memiliki anggaran yang cukup besar untuk pembenahan infrastruktur. Membengkaknya biaya logistik karena lemahnya infrastruktur di Indonesia. Jalan tol yang seyogianya bebas hambatan justru sering membuat pengiriman tersendat ke pelabuhan. Infrastruktur sangat penting agar kita mampu memenangi kompetisi. Karenanya pemerintah harus memperbaiki infrastruktur.
Kalau infrastruktur baik, perekonomian akan tumbuh lebih besar lagi. Angin segar sebenarnya datang saat pemerintah mencanangkan Program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Tujuan pelaksanaan MP3EI itu untuk mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi melalui pengembangan delapan program utama meliputi sektor industri manufaktur, pertambangan, pertanian, kelautan, pariwisata, telekomunikasi, energi, dan pengembangan kawasan strategis nasional.
MP3EI didesain sebagai akselerasi dan ekspansi pembangunan ekonomi di Tanah Air sehingga kegiatan perekonomian tidak hanya terpusat di Pulau Jawa. Ini sebenarnya direspons positif oleh berbagai pihak, terutama sektor industri, juga kalangan investor. Karena di dalam program tersebut terdapat pembenahan infrastruktur yang sangat agresif. Tapi, sayangnya, kenyataannya tidak sesuai dengan yang dijanjikan, itu yang membuat stakeholder drop.
Banyak investor yang merasakan bahwa pemerintah kurang sungguh-sungguh. Selain infrastruktur, yang sering dikeluhkan adalah masalah kepastian hukum dan birokrasi, yakni bagaimana mempermudah proses perizinan dengan birokrasi yang tidak berbelit-belit. Thailand memiliki board of investmentyang bekerja sangat cepat dan sistematis, satu komando. Birokrasi di Thailand lebih ke arah eksekutor, bukan planner.
Ini yang tidak dimiliki Indonesia. Di Indonesia, birokrasi perlu diperbaiki. Yang dibutuhkan bukannya birokrasi planner, tapi ke arah eksekutor. Banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, yang sudah di planning harus segera dieksekusi, tidak perlu ragu. Masalah insentif perpajakan untuk investor misalnya, banyak yang belum merasakan. Meskipun planningnya bagus, apa yang dijanjikan tidak terdeliver sepenuhnya.
Masalah perburuhan sudah berhasil ditangani pemerintah dan hal ini cukup membantu dunia usaha. Begitu juga masalah stabilitas politik juga menjadi salah satu isu penting bagi dunia usaha. Oleh sebab itu, stabilitas politik harus dijaga karena akan memberikan dampak yang sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Jika kondisi politik stabil, tentu akan berdampak pada exchange rate dan suku bunga yang turun dan sudah tentu mendorong pertumbuhan ekonomi. Upaya-upaya untuk menstabilkan pertumbuhan perekonomian memang perlu terus diupayakan dan salah satunya adalah kepastian hukum
Kepastian hukum
Salah satu komponen utamanya ialah kepastian hukum. Perseteruan antar instansi penegak hukum bukan sinyal yang baik untuk menarik investor karena menyiratkan riak di bidang hukum. Riak itu bisa berubah menjadi gelombang ketidakpastian. Alih-alih menanamkan modal, investor malah akan mencabut yang sudah mereka investasikan karena diliputi rasa waswas tergulung oleh gelombang.
Berbagai hal yang menimbulkan ketidakpastian, terutama di bidang hukum, harus segera disudahi. Jangan sampai ketidakpastian dibiarkan berlarut-larut, menghabiskan waktu dan tenaga dengan percuma. Semua pihak perlu menyadari kita berada di biduk yang sama. Bila tidak kompak mendayung ke satu arah, biduk akan melenceng, bahkan mandek. Tujuan pun mustahil tercapai. Tidak mungkin kita bisa meraih target pertumbuhan tinggi tanpa menjaga minat dan semangat investor.
Menjaga dan menguatkan konsumsi masyarakat juga tidak bisa dianggap enteng. Terbukti, hingga kini pemerintah masih kesulitan menyeret harga-harga kebutuhan pokok kembali turun pasca penurunan harga bahan bakar minyak. Setelah target pertumbuhan ekonomi tercapai, jangan pula berpuas diri. Realisasi itu akan menjadi sekadar angka jika rakyat tidak merasakan peningkatan kesejahteraan.
Ke depan, jika Indonesia berhasil memberikan jaminan kepastian hukum, memperbaiki infrastruktur, dan menghilangkan hal-hal yang menghambat investasi, saya yakin Indonesia akan menjadi negara tujuan investasi.