Isu MK Ubah Sistem Pemilu, Pakar Hukum: Lembaga Yudikatif Tak Punya Wewenang

Author : Humas | Sabtu, 03 Juni 2023 19:36 WIB | MD Indonesia - MD Indonesia

Isu MK Ubah Sistem Pemilu, Pakar Hukum: Lembaga Yudikatif Tak Punya Wewenang

Malang, KLIKMU.CO – Beberapa hari ini, muncul isu Mahkamah Konstitusi (MK) membuat keputusan untuk mengubah sistem Pemilu 2024 menjadi proporsional tertutup bagi anggota legislatif. Sebelumnya, sistem pemilu Indonesia menganut sistem proporsional terbuka. Informasi tersebut didapat dari potongan video Denny Indrayana, salah satu pakar hukum.

Isu itu juga mengusik pakar hukum dan dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Dr Sidik Sunaryo MSi MHum. Menurut Sidik, dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45) sudah ditegaskan bahwa sistem pemilihan presiden dilakukan secara langsung. Sementara pemilihan calon legislatif dan kepala daerah dilakukan secara demokratis. Menurutnya, diksi demokratis bisa diartikan langsung maupun tidak langsung, bergantung pembuat UU.

“Ketentuan pemilihan presiden sudah diatur secara tegas dan tidak bisa ditafsir. Sedangkan pemilihan legislatif belum diatur dengan jelas sehingga menjadi wewenang pembentuk undang-undang untuk mengaturnya (open legal policy). Dalam hal ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), bersama presiden,” ujarnya dalam keterangan yang diterima KLIKMU.CO, Sabtu (3/6).

Sidik menegaskan bahwa ranah sistem pemilu berada di wilayah legislatif. Karena itu, jika ada gugatan judicial review terkait sistem pemilu yang awalnya terbuka menjadi tertutup, kemudian MK menerimanya, sebenarnya MK tidak punya kewenangan akan hal itu. Menurut UUD 1945, kewenangan penentuan sistem pemilu ada di tangan legislatif. Sementara MK merupakan lembaga yudikatif.

“Jika MK benar-benar menguji materi dan mengubah sistem pemilu dan dimaknai untuk membuat norma baru dalam UU Kepemiluan, MK sebenarnya sudah mengambil alih kewenangan lembaga negara lain, yakni legislatif. Kalaupun ingin menguji, seharusnya yang diuji adalah apakah sistem terbuka bertentangan dengan UUD 1945 atau tidak? Logikanya harus begitu,” tegasnya.

Terkait sistem proporsional terbuka atau tertutup, pria yang juga Wakil Rektor IV UMM itu menilai bahwa keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Pada proporsional terbuka, calon legislatif tidak ditentukan secara urut. Siapa pun boleh mendaftar menjadi caleg lewat partai apa pun, sekalipun dia orang baru. Sementara pada proporsional tertutup, partai menentukan daftar caleg yang ada.

“Pada sistem proporsional tertutup, misalnya partai A sudah menyiapkan 100 nama caleg. Lalu ternyata suara yang diperoleh hanya cukup untuk 10 orang, maka caleg nomor urut 1-10 berhasil menjadi legislatif. Sementara sisanya tidak berhasil,” katanya.

Menurutnya, dua sistem tersebut baik selama tidak ada dampak negatif seperti politik uang. Peraturan, dalam hal ini UU, harus tegas untuk mencegahnya. Pendidikan politik bagi masyarakat juga ditingkatkan agar demokrasi bisa berjalan dengan baik.

Lebih lanjut, Sidik mengatakan, sistem pemilu harus sesuai dengan nilai-nilai ideologi Pancasila. Harus mengandung nilai ketuhanan karena pemilu sebagai salah satu sarana demokrasi untuk memilih  pemimpin sebagai wujud ibadah kepada Tuhan. Memasukkan nilai kemanusian dengan tidak saling mencela dan menista serta nilai kesatuan dengan menjaga keguyuban. Nilai permusyarawatan dan keadilan sosial harus dipegang teguh.

“Moralitas demokrasi harus kembali pada nilai ideologi Pancasila dan sistem demokrasi harus pada nilai dasar konstitusi,” pungkasnya. (Wildan/AS)

Artikel ini Isu MK Ubah Sistem Pemilu, Pakar Hukum: Lembaga Yudikatif Tak Punya Wewenang Tayang Di Viral Pencerahan | Berita Populer.

Sumber: mdindonesia.id/isu-mk-ubah-sistem-pemilu-pakar-hukum-lembaga-yudikatif-tak-punya-wewenang
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared:

Kategori

Arsip Berita

Berita Terpopuler