Oleh: Amalia Khoiril Mala Fradana, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Malang
MEMOX.CO.ID – Aspek penting kualitas sumber daya manusia adalah moralitas, kualitas moral suatu negara sangat menentukan kemajuan suatu negara. Optimalisasi budaya pendidikan akhlak harus dilaksanakan sejak dini, dengan menggunakan gabungan kekuatan masing-masing komponen sekolah untuk mendorong akhlak siswa dengan menumbuhkan norma-norma yang sudah ada sejak dahulu kala. Pada dasarnya pendidikan mempunyai dua tujuan, yaitu membuat masyarakat menjadi cerdas dan membantu masyarakat menjadi lebih baik. Artinya, orang pintar dapat dengan mudah mendorong menjadi lebih baik dan dapat dikatakan bahwa etika merupakan persoalan mendasar yang merasuki kehidupan manusia sepanjang masa.
Bertambahnya jumlah kasus yang terjadi pada anak usia sekolah dasar hingga saat ini menarik banyak atensi para pendidik dan orang tua peserta didik. Tempat yang harusnya aman untuk anak menimba ilmu adalah sekolah, akan tetapi ini justru menjadi tempat berkembang praktik-praktik yang sifatnya negatif seperti bullying.
Bullying adalah salah satu bentuk kekerasan yang dilakukan oleh anak seumuran terhadap anak yang memiliki kelemahan tingi demi mendapatkan kepuasan tertentu. Budaya perundungan (kekerasan) sering terjadi pada kalangan siswa sekolah dasar dan sering kali perundungan terjadi secara berulang-ulang bahkan disengaja. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pendidikan karakter sangat berdampak baik untuk anak agar mendorong tingkat minat belajar siswa khususnya tingkat sekolah dasar.
Pendidikan karakter tidak hanya membantu mengubah perilaku menjadi lebih baik tetapi juga mengembangkan seluruh potensi peserta didik dan menanamkan dalam diri mereka pentingnya memilah nilai-nilai karakter yang baik dari nilai-nilai moral yang buruk. Korban juga memperhatikan menjadi korban bullying karena mereka memiliki penampilan yang luar biasa, perilaku yang tidak pantas, perilaku yang dianggap kasar dan tradisional. Oleh karena itu, perilaku bullying disebabkan karena (1) adanya kurikulum yang padat dan teknik pengajaran yang kaku, berdampak bagi remaja Indonesia dan berada dalam tekanan yang cukup berat terutama bagi siswa baru. Hal ini membuat remaja sulit mengembangkan bakat non- akademik. Penyebarannya dilakukan melalui kedengkian dan penyiksaan.
Upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi perilaku kekerasan melalui pendidikan karakter: (1) peningkatan kontrol sosial, yang dapat dipahami sebagai metode yang digunakan oleh pendidik untuk mendisiplinkan siswa yang berperilaku buruk, termasuk pengawasan dan
perwujudan aksi non-kekerasan; (2) menumbuhkan budaya meminta maaf dan memaafkan; (3) mengamalkan asas-asas kekerasan; (4) meneruskan pendidikan perdamaian bagi generasi millenial; (5) mengembangkan perundingan dan percakapan mendalam antar siswa di sekolah;
(6) menyediakan pemutih; (7) upaya pencegahan perilaku kekerasan di sekolah.
Keberhasilan remaja dalam pembentukan kepribadian perkembangan pribadi secara normal menjadikan mereka mampu menghadapi berbagai rintangan kehidupan. Sedangkan bentuk kepribadian yang harus ada pada diri siswa sebagai berikut (1) Taat kepada Tuhan Yang Maha Esa; (2) Mandiri dan memiliki sikap responsibilitas; (3) Keyakinan; (4) Saling menghargai dan sikap sopan santun; (5) Murah hati, saling membantu dan bekerjasama; (6)Sikap percaya diri dan giat belajar; (7) Memiliki sikap karismatik dan keadilan; (8) sikap tenggang rasa, kedamaian, dan persatuan.
Faktor risiko anak korban bullying adalah (1) merasa dirinya “berbeda”, seperti mempunyai ciri fisik yang dapat membedakan antara dirinya dan orang lain seperti lebih kurus, lebih gemuk, lebih tinggi atau lebih kecil dari yang lain, mempunyai status ekonomi yang berbeda, mempunyai kesukaan yang aneh atau pelajar baru; (2) dianggap lemah; (3) tidak memiliki rasa percaya diri; (4) tidak dikenal banyak orang seperti yang lain dan tidak mempunyai teman.
Bullying juga mempunyai dampak buruk bagi pelakunya. Para penindas sering kali memiliki rasa percaya diri yang tinggi, mereka akan merasa lebih dominan agresif bahkan menyukai hal-hal yang berhubungan dengan kekerasan, mudah marah atau bertingkah laku. Jika hal ini terus berlanjut, pelaku intimidasi saat menjalin hubungan cenderung tidak sehat dan kurang empati terhadap orang lain.
Perilaku Pelaku bullying menunjukkan ciri-ciri seperti berikut: (1) peduli akan ketenaran, memiliki banyak teman, suka menjadi ketua di antara teman lainnya dan berasal dari keluarga yang kaya, sangat percaya diri dan sukses di sekolah. Seringkali, mereka melakukan intimidasi untuk menambah status dan ketenaran di mata teman temannya; (2) mengalami perundungan sehingga sulit diterima masyarakat, sulit memahami materi di kelas, mudah marah, merasa kesepian, dan mengalami trauma; (3) kurang percaya diri atau mudah terpengaruh. Seseorang bisa dikatakan sebagai pelaku bullying disebabkan karena mereka meniru perilaku teman yang mem-bullynya, baik dengan sengaja ataupun tidak sengaja.
Di sinilah peran pendidik sangat dibutuhkan dalam melaksanakan pendidikan karakter bagi peserta didik. Pelecehan mempunyai dampak negatif yang meresahkan. Menurut penelitian, dampak bullying bagi siswa yang menjadi korbannya akan menimbulkan perasaan cemas, takut dan berkurangnya kemampuan konsentrasi ketika belajar atau akibat yang paling serius adalah melakukan pembunuhan, atau bahkan bunuh diri. Faktanya, dampak menurunnya kecerdasan dan kemampuan analisis siswa tidak berhenti pada satu sisi saja.
Masyarakat Indonesia melakukan upaya untuk mengembangkan kelengkapan dan kualitas pendidikan karakter di sekolah. Guru adalah orang tua siswa. Cara meningkatkan mutu pelaksanaan dan hasil pendidikan di sekolah adalah dengan pendidikan karakter, sehingga bermuara pada terbentuknya kepribadian peserta didik dan sifat-sifat luhurnya secara menyeluruh, terpadu, dan seimbang.
Sekolah seharusnya membuat program yang mengajarkan keterampilan sosial, pemecahan masalah, manajemen konflik, dan pendidikan karakter. Guru memantau perubahan perilaku siswa di sekolah ataupun diluar sekolah. Oleh karena itu, harus ada koordinasi yang lancar antara instruktur, konsultan, guru mata pelajaran, dan staf sekolah. Sebaiknya orang tua berkolaborasi dengan sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan yang maksimal tanpa membuat siswa takut. (*)