Webinar Perindo soal konsumsi BBM subsidi. (Foto: Okezone)
JAKARTA - Pasca kenaikan harga BBM banyak bermunculan spekulasi yang akan dihadapi pemerintah dan masyarakat. Hal itu terkait dengan konsumsi BBM bersubsidi yang tidak tepat sasaran.
Merespon hal ini, Ekonom sekaligus Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Nazaruddin Malik mengatakan pemerintah dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) perlu melakukan langkah tepat dalam pendistribusian BBM bersubdisi agar tetap sasaran.
"Agar subsidi BBM tidak jebol kita perlu melakukan tindakan-tindakan yang masif untuk itu," kata Nazaruddin ketika didapuk sebagai pembicara di webinar Partai Perindo bertajuk Pasca Kenaikan Harga BBM, Bagaimana Sistem Pengawasan Agar Tak Menguap Lagi? di Jakarta, Jumat (9/9/2022).
Lantas langkah apa yang harus dilakukan, kata dia, perlunya melakukan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 Tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Selanjutnya, meningkatkan koordinasi dan sinergi lintas instansi bersama BPH Migas agar terjadi peningkatan kesadaran masyarakat dan mencegah pelanggaran konsumsi BBM bersubsidi.
"Ini sangat penting sehingga koordinasi ini tidak hanya mencegah pelanggaran, tetapi juga mendorong kesadaran masyarakat agar dapat mengunakan BBM subsidi secara lebih baik," ujarnya.
Selain itu, perlunya menekan kebocoran anggaran yang dalam analisis ICOR sekitar 3-50 persen.
"Mengurangi kebocoran APBN ini juga penting," tegas Nazaruddin.
Tidak hanya itu, pemerintah dan BPH Migas perlu juga melibatkan secara aktif Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KKPU) dalam melakukan pengawasan distribusi dan konsumsi migas.
"Perlu juga melibatkan lembaga pengawas persaingan usaha untuk aktif ikut serta di dalam mengawasi pengunaan BBM bersubsidi ini, skemanya bisa dibangun bersama," ungkapnya.
Terakhir, ia menyarankan BPH Migas perlu meningkatkan eksplorasi dan eksploitasi dari lifting 611 ribu barel/perhari dibandingkan konsumsi yang sudah 1,4 juta barel perhari.
"Ada banyak skema membatasi jenis kendaraan, bisa menurut daya dari kendaraan itu ataukah klasifikasinya lebih baik, kalau yang bersubsidi hanya untuk (kendaraan) roda dua saja," tegas dia.