Idul Adha, Rektor UMM Khotbah di Swiss

Author : Humas | Minggu, 06 November 2011 09:00 WIB | Okezone - Okezone
Idul Adha, Rektor UMM Khotbah di Swiss

Rektor UMM Muhadjir Effendy (Foto:UMM)

MALANG - Ada yang berbeda pada peringatan Idul Adha kali ini. Peringatan Idul Adha 1432 H di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) hari ini berlangsung tanpa kehadiran rektor, Muhadjir Effendy.

Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, Muhadjir yang selalu menolak undangan sebagai khotib karena lebih memilih bersama-sama masyarakat kampus saat Idul Fitri maupun Idul Adha. Namun kali ini tak bisa menolak undangan menjadi khotib di Kedutaan RI di Bern, Swiss.

Rektor UMM saat ini telah berada di Swiss, setelah sepekan sebelumnya berada di Amerika Serikat (AS) untuk bertemu dengan Education Secretary (menteri Pendidikan) AS bersama Mendikbud RI, M. Nuh, dan 29 rektor lainnya. Dari AS, rektor langsung menuju Swiss atas undangan Dubes Djoko Susilo yang merupakan teman lama Muhadjir.

Selain menyampaikan khotbah, Muhadjir juga akan berkunjung ke Zurich University Teaching Hospital untuk studi banding. Di rumah sakit terbesar itu, Muhadjir bersama dua dosen UMM yang ditunjuk menjadi panitia pembangunan RS UMM, akan mempelajari manajemen RS Pendidikan.

Sebelumnya Muhadjir juga sudah studi banding ke beberapa RS di Cina untuk mempelajari pengelolaan RS yang menyediakan pengobatan tradisional.

Dia juga  menyampaikan khotbah mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam kurban. Menurutnya, kurban adalah simbol tauhid. Sejarah kurban yang dialami nabi Ibrahim memberi pelajaran kepada bagaimana kecintaan kepada Sang Khalik mengalahkan kecintaan kepada harta dan keluarga.

"Kurban merupakan perwujudan puncak ketuhanan. Oleh karena itu berkurban itu tak hanya melibatkan materi dan fisik, tetapi juga rohani," kata Muhadjir, yang dilansir laman UMM, Minggu (6/11/2011).

Sejarah kurban yang mengutus Ibrahim mempersembahkan anaknya, Ismail, dan akhirnya diganti dengan hewan kurban menurutnya, merupakan simbolisasi menghentikan tradisi kuno sebelum masa Ibrahim. Pada masa itu kaum kafir mewujudkan kecintaannya kepada dewa dengan mengorbankan manusia, baik anak-anak maupun perempuan. Meski memiliki nilai spiritual tinggi sebagai wujud kecintaan kepada Tuhan, tetapi pengorbanan itu sungguh tidak manusiawi.

Dia menyontohkan, suku Aztec di Meksiko, mempersembahkan jantung dan darah manusia kepada dewa matahari, dewa Baal yang dipuja masyarakat Kanaan-Irak diberi tumbal berupa bayi-bayi. Bangsa Viking di Eropa Utara, mengorbankan pemuka-pemuka agama mereka untuk memuaskan Odin sang Dewa Perang, dan gadis-gadis tercantik di Mesir harus rela ditenggelamkan sebagai persembahan bagi Dewi Sungai Nil.

"Kemudian Allah ingin menghentikan kejahiliyahan yang sangat tidak beradab dan sia-sia ini. Maka lewat mimpi yang berulang Dia menitahkan Ibrahim AS untuk menyembelih putra sulungnya Ismail, yang kemudian diganti Allah dengan seekor domba yang besar. Ini maknanya manusia tidak boleh dijadikan sebagai kurban," lanjut Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim itu.

Menurutnya, Islam adalah agama yang juga antroposentris, yakni memperhatikan segi humanisme. Menurut Muhadjir, sebagai khalifah di muka bumi manusia yang mencintai Tuhannya harus mewujudkannya dengan mencintai sesama manusia.

"Itulah sebabnya, kurban dalam Islam itu bukan dalam bentuk sesembahan kepada Tuhan melainkan dalam bentuk altruisme, mencintai sesama," Muhadjir melanjutkan.

Dengan demikian, sambungnya, ketauhidan itu dekat sekali dengan kemanusiaan. Kecintaan kepada Tuhan itu diwujudkan dengan mengorbankan egoisme, mementingkan diri sendiri, harta, keluarga, bahkan jabatan. "Allah tidak meminta hewan kurban untuk-Nya. Daging dan darah hewan kurban itu tidak akan sampai pada-Nya," Mudjahir menyitir Surat Al-Hajj ayat 37.

Sumber: http://news.okezone.com/read/2011/11/05/373/525388/idul-adha-rektor-umm-khotbah-di-swiss
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared:

Kategori

Berita Terpopuler