Siti Zuhro: Survei politik boleh salah, tapi tak boleh bohong

Author : Humas | Jum'at, 11 Agustus 2023 07:57 WIB | piczine news - piczine news

Malang (ANTARA) - Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof. Dr. R. Siti Zuhro, M.A., menyatakan bahwa semua survei, termasuk survei politik, boleh salah, tetapi tidak boleh bohong.

"Survei politik boleh saja salah, namun sama sekali tidak boleh bohong," tegas Siti Zuhro dalam Bincang Politik Nasional dan Rilis Hasil Survei Opini Publik Jawa Timur nan digelar Laboratorium Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) di kampus setempat, Kamis.

Zuhro mengatakan bahwa sebenarnya dia tidak begitu menyukai survei politik, apalagi lembaga-lembaga survei seringkali tidak transparan dengan siapa nan mendanai.

Dia mengaku tertarik dengan hasil survei laboratorium politik UMM lantaran rupanya korespondennya didominasi oleh penduduk Nahdlatul Ulama (NU).

"Sebagian besar koresponden seakan mau bilang agar Muhammadiyah juga kudu turun gunung dan semestinya bisa tampil di wilayah politik," ujarnya.

Belakangan ini, kata Zuhro, muncul nama Pak Muhadjir Effendy nan digadang-gadang menjadi pilihan salah satu bakal calon wakil presiden.

Menurut dia, Muhadjir memang bisa dikatakan sebagai salah satu sosok pemimpin di Jatim sehingga wajar jika dalam survei ini namanya cukup dikenal. "Namun, sayangnya Muhadjir dirasa terlalu kalem dan harusnya bisa lebih lincah," ujarnya.

Zuhro menilai Muhammadiyah mempunyai banyak sumber daya manusia nan bisa bersaing, tetapi tidak muncul nama di kancah politik. Maka, survei ini dapat mendorong Muhammadiyah untuk segera tampil dan berkontribusi.

Selain itu, berasas info hasil survei, bunyi calon presiden nyatanya tidak ditentukan oleh partai, namun tergantung sosok nan bersangkutan.

Menurut Zuhro, dalam sistem pemilihan langsung, ketenaran tetap menjadi perihal nan sangat memengaruhi pilihan.

Dia juga mengapresiasi UMM nan dapat memberikan jembatan agar tidak terjadi salah mengerti dengan mendatangkan pengamat dan perwakilan partai.

"Saya mau bilang Indonesia mempunyai masyarakat nan selalu maintaining harmony dan ini perlu kita jaga. Kalau kita mau Indonesia baik-baik saja, kita kudu mencari dan memilih pemimpin nan nawaitu-nya (niat) betul-betul mau Indonesia jadi lebih baik,” katanya.

Sementara itu, pengamat politik Universitas Airlangga Surabaya Prof. Dr. Kacung Marijan, MA. Ph.D., mengatakan bahwa seringkali muncul kejadian split ticket voting pada pemilu, ialah konsep perilaku pemilih ketika dihadapkan pada pilihan nan beragam dalam suatu pemilihan.

Hal ini biasanya terjadi saat tidak ada titik sambung antara partai dan pilihan presiden. Kemungkinan perihal ini kembali terjadi saat pemilu 2024.

"Misalnya saja, saat Pilpres 2019. Kita bisa memandang bahwa tidak semua kader PDIP waktu itu memilih Jokowi. Begitupun dengan Prabowo nan tidak semua gen Z memilihnya," ucapnya.

Sedangkan pengamat politik UMM Dr. Asep Nurjaman, M.Si., menilai kemauan dari masyarakat agar kader Muhammadiyah bisa muncul ke permukaan, salah satu nan sedang hangat adalah Muhadjir Effendy.

"Saya rasa ada kerinduan masyarakat bakal calon-calon nan punya upaya pengabdian dan ketulusan pada bangsa. Perasaan inilah nan semestinya terus ditumbuhkan untuk mencegah munculnya kejadian politik uang," katanya.

Asep memberikan pandangan lain mengenai survei politik. Di negara lain, survei nan berasas sampling sudah ditinggalkan dan beranjak pada penggunaan AI serta big data.

Berbagai kelebihan bisa didapat, seperti pemetaan calon nan lebih akurat, lantaran tidak ada batas data. Sehingga, dia berambisi partai politik dan lembaga survei juga bisa segera memanfaatkan teknologi tersebut (AI).

Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Didik Kusbiantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2023

Sumber: https://piczinenews.com/siti-zuhro-survei-politik-boleh-salah-tapi-tak-boleh-bohong-2165.html
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared:

Kategori