PWMU.CO – Istilah moderas beragama memiliki akar dalam tradisi intelektual Muhammadiyah. Hal itu ditegaskan Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam dari Kementerian Agama Republik Indonesia Ahmad Zainul Hamdi.
Adapun ia menyampaikannya dalam agenda garapan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Desember ini. Acara bertajuk ‘Dimensi Ideologi dan Kepemimpinan dalam Penguatan dan Pelembagaan Moderasi Beragama di Muhammadiyah’ itu turut dihadiri sederet pakar yang membahas moderasi dari berbagai perspektif.
Lebih lanjut, Zainul menjelaskan bahwa tradisi itu perlu digunakan dengan bijaksana. Hal itu bertujuan agar tidak menjadi alat untuk memarginalisasi kelompok lain.
“Moderasi tentu harus dijalankan namun jangan sampai memarginalisasi kelompok lain. Dengan begitu, kit abisa hiduo berdampingan dengan damai,” katanya.
Sementara itu, Guru Besar Sosiologi UMM Syamsul Arifin, membahas mengenai dimensi kepemimpinan dan ideologi dalam penguatan dan pelembagaan moderasi beragama di Muhammadiyah. Ia menjelaskan bahwa ada dua dimensi utama yang menjadi fokus dalma penelitiannya, yakni ideologi dan kepemimpinan.
“Muhammadiyah adalah gerakan Islam moderat yang memiliki ciri kepemimpinan visioner, terutama di bawah Haedar Nashir. Kepemimpinan ini berhasil merekonstruksi ideologi Muhammadiyah secara sistematis dan berkelanjutan,” tambahnya.
Hal serupa juga disampaikan Khozin dan Ahmad yang menggarisbawahi bahwa Muhammadiyah berupaya menjaga identitasnya di tengah berbagai tantangan. Begitupun dengan pergeseran fokus dari perdebatan metafisika menuju ranah etika, sehingga tercipta dialog yang konstruktif dan inklusif antar kelompok masyarakat.
Kegiatan ini diharapkan memberikan wawasan baru bagi para peserta mengenai pentingnya nilai-nilai moderasi beragama, sekaligus memperkuat pemahaman tentang peran kepemimpinan moderat dalam menjaga harmoni keagamaan di Indonesia. Melalui diseminasi ini, nilai-nilai moderasi diharapkan dapat lebih mengakar di dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya dalam konteks Muhammadiyah. (*)