Pro kontra Program Marketplace Guru Kemendikbudristek/Foto: Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), M Isnaini---Istimewah-
Soal Marketplace Guru, Ini Komentar Ahli Pendidikan Bahasa Indonesia!
RK ONLINE - Program Marketplace Guru dicetuskan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi atau disingkat Mendikbudristek, Nadiem Makarim sebagai upaya untuk mengatasi masalah tenaga guru honorer yang telah terjadi selama ini.
Istilah "marketplace guru" dalam program ini, belakangan menjadi topik pembicaraan di kalangan guru dan ahli pendidikan di hingga menuai pro dan kontra.
Menyikapi hal tersebut seorang dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), M Isnaini menyatakan bahwa secara program, Marketplace Guru patut diapresiasi. Menurutnya, program tersebut dapat menjadi sarana untuk pemerataan guru dan memudahkan akses perekrutan guru.
"Meskipun ada plus dan minusnya, kehadiran program ini mampu menciptakan pemerataan guru di sekolah-sekolah," kata Isnaini.
Namun Isnaini juga mempertimbangkan penggunaan istilah "marketplace". Menurutnya, istilah ini tidak menghargai martabat profesi guru. Kehadiran istilah ini tidak boleh membuat masyarakat yang tidak memahami beranggapan bahwa guru menjadi barang dagangan.
Baginya, guru seharusnya dihormati dan diapresiasi jasanya oleh masyarakat. Hal ini bukan berarti guru dianggap rendah dan diremehkan begitu saja, terutama setelah ada penggunaan istilah yang kurang diterima oleh masyarakat.
Isnaini menekankan bahwa istilah "marketplace" memiliki makna pasar, sedangkan "place" mengacu pada penjualan secara daring. Hal ini menunjukkan bahwa terminologi yang digunakan kurang tepat.
"Jangan sampai orang atau manusia dianggap seperti barang. Martabat guru tentu akan terganggu. Nanti mungkin akan muncul pertanyaan, apakah guru bisa dibayar belakangan? Apakah bisa bayar tunai?," ucapnya.
Ia kemudian mengingatkan bahwa di Kemendikbudristek, terdapat Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (BPPB). Badan ini bertugas mengontrol penggunaan dan perkembangan bahasa, terutama Bahasa Indonesia.
Adanya lembaga negara seperti BPPB, seharusnya dapat mengoreksi atau memberikan pertimbangan terkait penggunaan istilah ini. Menurutnya, ketika seorang menteri akan membuat kebijakan, seharusnya telah ada kajian sebelumnya, termasuk dalam penggunaan istilah bahasa yang merupakan produk kebijakan Kemendikbudristek.
Sebagai seorang dosen bahasa Indonesia, ia juga menyarankan penggunaan istilah-istilah yang ada dalam bahasa Indonesia. Hal ini akan lebih menunjukkan kedekatan dengan masyarakat serta lebih terkait dengan budaya dan sosial masyarakat.
Terlebih lagi, pemerintah telah berkomitmen melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI terkait internasionalisasi bahasa Indonesia sesuai dengan amanat UU Nomor 24 Tahun 2009 Pasal 44 tentang peningkatan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional.