Rekonsiliasi Kultural sebagai Upaya Meredam Sentimen Negatif RI-Malaysia

Author : Humas | Rabu, 18 Januari 2023 14:38 WIB | radar madiun - radar madiun
DOK. PRIBADI PENULIS

Oleh:

Hanifa Rahma Nurulita, Mochamad Qatami Yusuf, Trikahfi Hakim Hernawan, Nabila Kharisma Zahiya Insani, Izul rifki

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

PERSEBARAN bangsa Melayu di kawasan Asia Tenggara tak bisa dilepaskan dari sejarah migrasi suku dan bangsa Austronesia di Kepulauan Melayu. Kedatangan mereka turut mempengaruhi budaya dan bahasa melalui aktivitas perdagangan. Indonesia dan Malaysia sebagai negara dengan etnik Melayu yang cukup dominan sering mendapat julukan sebagai saudara serumpun.

Pasalnya, ke-Melayu-an mereka berakar dari sejarah, agama, kesamaan bahasa, budaya primordial, hingga mitos tentang asal-usul leluhur mereka. Hubungan kekerabatan, sebagaimana umumnya hubungan antar saudara pastinya akan mengalami pasang surut, tak jarang melahirkan rasa sentimen adapula kecenderungan yang mengarah pada hubungan positif.

Hubungan sentimen antara kedua negara ini tak ubahnya berputar pada tindak kesewenang-wenangan, pelecehan, hingga penghinaan. Keserumpunan Malaysia dan Indonesia nampaknya mulai retak ketika kedua negara ini mulai berdiri sebagai negara bangsa. Persoalan antar wilayah dan kepemilikan karya turut menjadi pemantik utama.

Dalam beberapa tahun terakhir, konflik yang paling sering bermunculan di media massa adalah klaim Malaysia atas karya-karya Indonesia seperti batik, rendang, hingga Reog Ponorogo. Tuduhan-tuduhan tersebut dilayangkan melalui media massa seperti berita online, blog, maupun sosial media seperti Twitter.

Tak hanya itu, pemberitaan mengenai penganiayaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia turut menjadi bensin dalam kobaran konflik yang belum usai ini.

Dendam dan luka baru menjadi penyebab utama rasa sentimen Indonesia kepada Malaysia. Cara penyelesaian masalah yang dilakukan oleh pemerintah dinilai kurang memuaskan, yaitu hanya sebatas perbaikan hubungan diplomasi.

Pergeseran konflik turut menjadi penyebabnya. Dewasa ini media massa dan media sosial memberikan lahan online bagi publik untuk turut terlibat dalam konflik Indonesia-Malaysia, fokus dan latar konflik berubah sehingga konflik tidak semata-mata hanya melibatkan negara antar negara.

Terlibatnya publik dalam ranah online pada konflik Indonesia dan Malaysia turut memupuk rasa sentimen negatif masyarakat kedua negara tersebut akibat dendam lama yang juga belum hilang sebagai luka di masa lalu.

Sentimen negatif yang semakin dipupuk menyebabkan konflik menjadi berkepanjangan sehingga upaya ‘damai’ yang dilakukan oleh kedua negara semata-mata hanya dinilai sebagai penghilangan konflik. Karenanya, perdamaian hanya dirasakan dalam hubungan diplomasi namun tidak dengan domain publik.

Ika, melalui tulisannya yang berjudul “Mahasiswa UGM Teliti Sentimen Negatif Indonesia-Malaysia” melalui situs berita resmi Universitas Gadjah Mada, mengatakan bahwa media massa turut andil secara langsung dalam melanggengkan sentimen negatif masyarakat Indonesia dan Malaysia.

Adapun sentimen tersebut juga dilandasi atas rasa nasionalisme semu dari konflik yang terjadi. Lebih lanjut, pada penelitian tersebut rekonsiliasi budaya menjadi tawaran untuk memperbaiki hubungan kedua negara dengan mengacu pada konsep keserumpunan.

Rekonsiliasi dapat diartikan sebagai upaya menjalin hubungan persahabatan antara pihak yang telah berkonflik dengan mengubah rasa permusuhan menjadi hubungan yang harmonis.

Proses untuk melakukan rekonsiliasi dilakukan dengan terbuka, artinya pada proses ini negara-negara yang berkonflik harus siap menjawab pertanyaan mengenai luka lama dari konflik di masa lalu untuk membangun landasan hubungan perdamaian. Rekonsiliasi diperlukan ketika masyarakat yang berkonflik mengembangkan kepercayaan, sikap, motivasi, dan emosi yang mengarah pada kehadiran konflik berkepanjangan.

Pemerintah kurang tegas terhadap sikap media dalam menampilkan informasi serta masyarakat yang masih awam dengan konsep keserumpunan antara Indonesia dan Malaysia. Oleh karenanya, rekonsiliasi dengan pendekatan budaya dilakukan sebagai upaya untuk dapat meredam sentimen negatif publik.

Upaya rekonsiliasi budaya dapat dilakukan melalui kesadaran publik akan pengetahuan sejarah dengan memfokuskan pada keserumpunan melayu antara Indonesia dan Malaysia. Cara ini juga ditegaskan dalam penelitian sentimen negatif yang diselenggarakan oleh mahasiswa UGM. Yakni dengan menekankan pada penelusuran kesamaan budaya, pagelaran festival, dan internalisasi konsep keserumpunan.

Selain rekonsiliasi budaya, pemerintah seharusnya lebih tegas dalam mengontrol media untuk tidak bertindak ceroboh dalam menyampaikan informasi dengan pelarangan tindak provokasi berlebihan yang dapat menggiring masyarakat pada rasa sentimen yang negatif.

Upaya tersebut diharapkan dapat menyadarkan masyarakat mengenai hubungan antara indonesia dan Malaysia mengenai keserumpunan melayu yang terjalin di antara kedua negara. Sehingga masyarakat dapat lebih berhati-hati dalam memilih dan mencerna informasi. Adapun awak media juga diharapkan mampu lebih berhati-hati dan cerdas dalam menyampaikan berita. (*/naz/adv)

Sumber: https://radarmadiun.jawapos.com/opini/18/01/2023/rekonsiliasi-kultural-sebagai-upaya-meredam-sentimen-negatif-ri-malaysia/
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared:

Kategori

Arsip Berita

Berita Terpopuler