Gratis Operasi, hingga Rutin Khitan Massal

Author : Humas | Minggu, 07 Agustus 2022 13:42 WIB | Radar Malang.ID - Radar Malang.ID

                 GRATISKAN OPERASI KATARAK: RS Unisma di Jalan MT Haryono, Kota Malang ini kerap melakukan aksi sosial untuk masyarakat luas.                        (darmono/ radar malang)

Tiga Rumah Sakit Pendidikan di Kota Malang terus berlomba mendapat kepercayaan masyarakat. Mereka menebar beragam program inovatif. Tujuannya, rumah sakit yang dikelola bukan sekadar sebagai tempat uji coba untuk calon dokter. Apa saja yang mereka lakukan?

Status sebagai rumah sakit pendidikan, ada beban yang harus dipikul RS Universitas Brawijaya (RS UB), RS Unisma dan RS Universitas Muhammadiyah Malang. Mereka dituntut harus beda dengan RS umum lainnya. Selain ada prioritas pelayanan kepada masyarakat, juga ada unsur pendidikan, penelitian dan pengabdian. Jadi tidak semata-mata bisnis. Di sinilah, seninya mengelola rumah sakit pendidikan. Harus pintar pintar membuat program agar masyarakat merasa puas dengan layanan. 

Di RS UB misalnya, salah satunya menggaet masyarakat dengan menggelar imunisasi massal, juga member pelatihan terhadap kader kebugaran. 

Termasuk menggandeng berbagai komunitas untuk mencegah penyakit kanker. 

“Kami tidak hanya mengutamakan pelayanan, tetapi juga pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Dari sisi pendidikan, kami berkomitmen untuk mendidik calon dokter hingga dokter spesialis,” terang Direktur RS UB Prof Dr dr Sri Andarini MKes, Jumat (5/8). 

Di samping menjadi lahan pendidikan dokter, rumah sakit pendidikan turut berperan sebagai wadah pendidikan tenaga kesehatan lain. Misalnya saja bidan, ahli farmasi, psikolog, hingga pelajar dari fakultas vokasi dan ilmu sosial. 

“Namun, sistemnya harus diatur. Langkah tersebut dilakukan agar mahasiswa yang masuk tidak crowded (padat, red). Misalnya saja,mahasiswa yang belajar di divisi rehab medik sebanyak 4 orang per hari. Nanti bergantian,” imbuhnya. 

Yang tidak kalah penting adalah pengabdian masyarakat. Pengabdian masyarakat dilakukan dalam beragam bentuk, salah satunya kegiatan sosial. Hal tersebut menjadi intens dilakukan, terlebih selama pandemi Covid-19. 

Saat pandemi, RS UB ditunjuk menjadi tempat pertama untuk laboratorium rujukan. Sebagai rujukan, pada waktu itu Tes PCR tidak membayar. 

“Ada pula kegiatan sosial lain yang pernah kami lakukan, seperti memberikan pendidikan kepada puskesmas beserta dokter. Lalu, pelayanan jantung sehat, imunisasi massal, vaksinasi, pelatihan terhadap pusat kebugaran, serta kerjasama dengan komunitas untuk penyakit kanker,” beber Andarini. 

Ke depan, pihaknya ingin menambahkan layanan homecare. Terutama untuk memantau kondisi pasien dengan penyakit berat seperti penyakit jantung yang melibatkan mahasiswa. Penyakit jantung memang menjadi salah satu atensi dari RS UB karena jumlah penderita yang cukup banyak. 

“Yang banyak saat ini kontrol jantung. Per hari bisa 60-100 orang yang kontrol di tempat kami,” ujar alumnus magister ilmu kesehatan masyarakat itu. 

Diungkapkan Andarini, UB sebagai perguruan tinggi pengelola turut andil dalam mendukung kegiatan di RS UB. Misalnya saja, saat awal pandemi lalu, kampus memberikan bantuan berupa bilik swab untuk nakes dan alat sterilisasi. Jika ada kekurangan dana, UB juga ikut membantu. Pendanaan tersebut diberikan agar operasional di RS UB bisa terus berjalan, terutama pada masa pandemi. 

“Ada pendanaan untuk gaji adik-adik (para dokter, red) yang membantu menangani Covid-19. Biasanya kan dari jasa pelayanan, tapi karena pasiennya sedikit dapat dari mana?,” terangnya. 

Saat disinggung terkait besaran pendanaan yang diberikan, Andarini enggan membeberkan detailnya. Hanya saja, estimasinya tak sampai miliaran. Selain itu, terdapat fasilitas vaksin dan isolasi untuk sivitas akademika. Sebaliknya, dengan jumlah kunjungan mencapai 18.000 pasien per tahun, RS UB juga mendapat pendapatan yang akan disetorkan ke UB. Setiap tahun, Andarini mengatakan ada pagu dari kampus. Namun, ia tak ingin menyebut besarannya. 

Hal yang sama juga dilakukan RS UMM. Meskipun RS UMM berstatus rumah sakit lembaga pendidikan, nyatanya institusi tersebut ikut memberikan kontribusi secara riil kepada masyarakat. Tercatat, tiap bulannya ada sekitar 16 ribu pasien yang menjalani pengobatan di fasilitas kesehatan tersebut. Sementara untuk tahun 2021 lalu, RS yang berlokasi di Jalan Raya Tlogomas No.45 Landungsari itu menangani sekitar 180 ribu pasien. 

“Pasien kami tidak hanya dari Malang, tapi seluruh Jatim dan ada juga dari warga negara asing. Umumnya mereka mahasiswa yang menempuh pendidikan di Malang Raya,” terang Wakil Direktur RS UMM Thontowi Jauhari. 

Keunggulan lainnya yang dimiliki rumah sakit tersebut, yakni poli jantung yang bisa memasang ring jantung kepada pasien. 

Menurut Thontowi, hanya ada 3 rumah sakit di Malang yang bisa bisa melakukan tindakan tersebut. Selain RS UMM, fasilitas kesehatan lainnya yang bisa memasang ring jantung yakni RSSA Malang, merupakan RS tipe kelas A. 

“Kami juga memiliki poli rehab medik, yang jarang dimiliki fasilitas kesehatan lain. Pasien di poli itu bisa sampai 1.600 tiap bulannya. Karena jarang ada yang punya di Malang,” ucapnya. 

Dia menambahkan, RS UMM juga berperan aktif membantu pemerintah dalam penangan kasus Covid-19 beberapa waktu lalu. Bahkan, fasilitas kesehatan itu berhasil mendapat penghargaan dari Pemprov Jatim sebagai RS Rujukan Terbaik Kelas C di Jawa Timur. 

Dijelaskan Thontowi, kontribusi nyata yang diberikan RS UMM, tak akan bisa dilakukan tanpa dukungan dari kampus UMM sendiri. Namun ketika ditanya berapa nominal yang diberikan pihak kampus tiap bulannya, pria asli Malang itu enggan menjawab. Menurutnya bantuan yang diberikan tiap bulan, tak sebanding dengan apa yang dulu UMM berikan kepada rumah sakit tersebut. 

“Bantuan yang kami terima termasuk gedung dan tanah seluas 9 hektar, kemudian fasilitas penunjang kesehatan. Saya tidak mau kalau menyampaikan nominal bantuan yang diberikan kampus, dari tanah dan bangunan ini angkanya sudah sangat besar,” jelasnya. 

Dengan bantuan itu, tentu RS UMM juga memberikan timbal balik kepada kampus. Salah satunya melalui pemotongan biaya atau diskon bagi sivitas akademika, dosen maupun mahasiswa yang menjalani perawatan di faskes tersebut. Selain itu, tenaga kesehatan yang bekerja di tempat tersebut, kebanyakan dari dosen maupun alumni UMM. 

Ke depan, kata Thontowi, RS UMM menargetkan memiliki dua golongan bangunan dalam satu area. Bangunan utama diperuntukkan untuk penyakit non-infeksi. Sementara bangunan kedua untuk penyakit menular atau infeksi. 

“Karena kami belajar dari pandemi beberapa waktu lalu. Seharusnya pasien penyakit infeksi dan non-infeksi itu tidak bisa digabung. Maka kami ingin membuat bangunan khusus pasien penyakit infeksi,” tandas pria yang juga sebagai dosen fakuktas kedokteran UMM itu. 

Pelayanan kesehatan kepada masyarakat juga dilakukan RS pendidikan. Misalnya saja, RSI Unisma. Selain pendistribusian ratusan ribu dosis vaksin, rumah sakit di Kelurahan Dinoyo itu kerap menggelar khitanan massal rutin.

“Operasi gratis untuk katarak dan bibir sumbing pernah kami lakukan. Begitu pula keringanan biaya pelayanan untuk pasien umum yang tidak mampu,” kata Direktur RSI Unisma dr Tri Wahyu Sarwiyata MKes. 

Penyuluhan keliling melalui berbagai media pun kerap dilakukan. Hal ini bertujuan untuk membantu mendidik masyarakat dalam menjalani hidup sehat. Di samping itu, status RSI Unisma yang memiliki jejaring dengan sejumlah rumah sakit pendidikan, baik dalam maupun luar Kota Malang memungkinkan untuk bekerjasama. Mulai dari kerjasama untuk segera mencetak nakes, distribusi tenaga medis, hingga meningkatkan pelayanan kesehatan di masyarakat. Ditanya terkait pengembangan yang ingin dilakukan dalam waktu dekat, Tri menyatakan ingin fokus menata pola pendidikan yang sesuai standar. 

“Salah satunya mengembangkan metodologi. Agar adik-adik (mahasiswa kedokteran, red) bisa melihat penanganan tidak hanya dari ruang operasi saja,” tambahnya. 

Dijelaskan Tri, karena pendidikan yang beragam, kampus tentu turut menunjang kebutuhan di RSI Unisma. Yakni, melalui pendanaan untuk mengakses fasilitas seperti jurnal yang berbayar hingga mini laboratorium. 

“Ada anggaran yang diberikan. Dan, saya rasa nilainya cukup. Kalau ditotal ya lebih dari satu miliar (rupiah) lah,” sebutnya. 

Ini belum termasuk dari hasil jasa pelayanan. Setiap tahun, total pasien yang mengakses pelayanan kesehatan di RSI Unisma, baik rawat inap maupun rawat jalan mencapai 80.000 orang. Meski begitu, dia enggan membeberkan lebih jauh terkait hasilnya. Hal tersebut dibenarkan Rektor Unisma Prof Dr H Maskuri. Dia mengungkapkan, pihak kampus rutin memberikan dukungan. Misalnya saja pendanaan yang nilainya mencapai miliaran bahkan untuk pengembangan lahan. Pengembangan lahan tersebut, di belakang RSI Unisma yang luasnya mencapai 2 hektar. 

“Sebaliknya, RSI juga memberikan kontribusi. Di antaranya adalah general check up bagi pimpinan setiap satu tahun sekali. Selain itu, ada potongan biaya bagi sivitas akademika yang punya penyakit berat dan opname,” tandas Maskuri. (mel/ adk/abm)

Sumber: https://radarmalang.jawapos.com/malang-raya/07/08/2022/gratis-operasi-hingga-rutin-khitan-massal/
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared:

Kategori

Berita Terpopuler