Kepeduliannya terhadap penyandang tunanetra membuat Yoga Adi Wijaya CS menemukan kacamata ”ajaib”. Dengan memakai kacamata tersebut, para penyandang tunanetra bisa membedakan nominal uang. Bagaimana caranya?
NADA bicaranya pelan. Kalimatnya tersusun sistematis. Itulah kesan yang tampak saat Yoga Adi Wijaya menjelaskan inovasinya, kacamata pengidentifikasi nominal uang bagi para penyandang tunanetra.
Kacamata ajaib itu memang bukan inovasi Yoga seorang diri, melainkan hasil penelitiannya bersama empat temannya di Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Mereka adalah Noor Muhamad Sukri Fadholi, Bagus Arif Dwi Winarko, Larossafitri Larasati, dan Candra Putra Pamungkas.
Inovasi tersebut dihasilkan karena Yoga Cs tidak berpikir pragmatis. Biasanya, mahasiswa mengerjakan tugas dari dosennya karena ingin mendapatkan nilai bagus. Namun, tidak bagi Yoga Cs. Mereka tidak sekadar memburu nilai. Mereka ingin tugas yang dikerjakannya juga bermanfaat bagi masyarakat.
Akhirnya, muncullah ide membuat kacamata pengindentifikasi nominal uang. Sebab, Yoga Cs menyadari keterbatasan penyandang tunanetra. Yoga melihat para penyandang tunanetra di panti pijat kerap kesulitan mengindentifikasi uang dari pelanggannya. Memang sudah ada aplikasi untuk mengidentifikasi nominal uang. Namun, aplikasi yang bisa diunduh di Play Store tersebut mempunyai keterbatasan.
”Biasanya penyandang tunanetra menggunakan aplikasi berbasis Android. Namun saya merasa itu kurang efisien karena sangat bergantung pada sinyal dan kuota internet,” terang Yoga kemarin (28/1).
Kelemahan aplikasi berbasis Android itulah yang menginspirasi Yoga Cs membuat alat yang lebih canggih, alat yang bisa difungsikan kapan saja, tanpa bergantung pada kuota internet atau sinyal. Dan, lahirlah kacamata ”ajaib” itu.
Yoga Cs tidak butuh waktu lama membuat kacamata tersebut. ”Karya ini kami selesaikan dalam kurun waktu tiga minggu,” tutur mahasiswa angkatan tahun 2015 itu.
Meski karyanya masih berupa prototipe dan perlu kajian mendalam, tapi inovasi yang ditonjolkan patut diacungi jempol. ”Alat kami tergolong sederhana karena baru prototipe. Nantinya dibantu kampus dan jurusan untuk penyempurnaannya, sehingga bisa diproduksi massal,” kata Yoga.
Bahan yang digunakan pun tergolong simple. Yakni, kacamata hitam, micro controller, jack audio, USB (universal serial bus), sensor warna, baterai, 7 lampu LED, dan headset. Semua alat tersebut akan dimasukkan ke dalam box kecil berukuran sekitar 14 sentimeter.
”7 LED berfungsi untuk mendeteksi 7 jenis uang kertas yang digunakan di Indonesia,” terangnya.
*Selengkapnya baca Jawa Pos Radar Malang edisi Senin 29 Januari 2018.
Pewarta: Silvia Ligan
Penyunting: Mahmudan
Copy editor: Arief Rohman
Foto: Dokumentasi Yoga Adi