Oleh: Rahma Nuri Anggriyani (Mahasiswa Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang)
Larangan terhadap obat sirup tertentu di Indonesia, yang diumumkan oleh Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), adalah langkah penting dalam melindungi kesehatan masyarakat, khususnya anak-anak. Temuan bahwa banyak obat sirup mengandung zat berbahaya seperti etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi ambang batas aman telah menjadi perhatian serius.
Kasus gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) yang terjadi pada ratusan anak di Indonesia menunjukkan betapa fatalnya dampak dari penggunaan obat yang tidak aman. Larangan ini bukan hanya sekadar tindakan pencegahan, tetapi juga merupakan tanggung jawab moral dari pemerintah untuk melindungi generasi muda dari risiko kesehatan yang dapat dicegah.
Keputusan untuk menarik 102 obat sirup dari peredaran adalah langkah yang sangat tepat. Dalam situasi di mana kesehatan anak-anak menjadi taruhan, tidak ada ruang untuk kompromi. Kejadian serupa di negara lain, seperti Gambia, yang mengalami lonjakan kematian akibat penggunaan obat dengan kontaminan berbahaya, harus menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia. Dengan adanya larangan ini, diharapkan masyarakat dapat lebih waspada dan tidak sembarangan dalam memilih obat untuk anak-anak mereka. Penting bagi orang tua untuk selalu memeriksa izin edar dan komposisi obat sebelum memberikan kepada anak.
Di sisi lain, tindakan tegas ini juga menyoroti pentingnya pengawasan kualitas dalam industri farmasi. Banyak perusahaan farmasi mungkin lebih fokus pada keuntungan daripada keselamatan produk yang mereka hasilkan. Oleh karena itu, BPOM harus terus meningkatkan pengawasan dan melakukan audit secara berkala terhadap semua produk farmasi, terutama yang berbentuk sirup. Keterlibatan masyarakat dalam melaporkan obat-obatan yang mencurigakan juga sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman.
Selain itu, pemerintah perlu memperkuat regulasi terkait produksi dan distribusi obat-obatan. Penggunaan bahan baku yang aman dan sesuai standar harus menjadi prioritas utama dalam proses produksi. Perusahaan farmasi juga harus diawasi dengan ketat agar tidak mengabaikan aspek keselamatan demi profitabilitas. Dalam hal ini, kolaborasi antara pemerintah, BPOM, dan produsen obat sangat diperlukan untuk menciptakan sistem pengawasan yang efektif.
Pentingnya edukasi masyarakat tentang bahaya penggunaan obat sirup yang tidak terjamin keamanannya juga tak bisa diabaikan. Kampanye informasi mengenai risiko penggunaan obat-obatan tertentu harus digalakkan agar masyarakat lebih sadar akan potensi bahaya yang mengintai. Dengan pengetahuan yang cukup, orang tua dapat membuat keputusan yang lebih baik dalam merawat kesehatan anak-anak mereka.
Secara keseluruhan, larangan terhadap obat sirup berbahaya adalah langkah positif menuju perlindungan kesehatan publik. Namun, ini hanya langkah awal. Diperlukan komitmen berkelanjutan dari semua pihak untuk memastikan bahwa setiap produk farmasi yang beredar di pasaran aman dan berkualitas tinggi. Dengan demikian, kita dapat mencegah tragedi serupa di masa depan dan memastikan bahwa anak-anak kita tumbuh sehat tanpa terpapar risiko yang tidak perlu dari obat-obatan berbahaya. (*)