Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) bekerja sama dengan Cangkir Opini dan Pimpinan Wilayah (PW) Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Jawa Timur melangsungkan dialog kebangsaan bertemakan Gerakan Filantropi Perdamaian. | Foto: Dok. Humas UMM
REPUBLIKA.CO.ID,MALANG -- Belum lama ini Indonesia digemparkan kembali dengan isu terorisme. Isu tersebut mencuat setelah terdapat mahasiswa di salah satu kampus di Malang yang terindikasi bagian dari jaringan ISIS.
Melihat akan hal itu, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) bekerja sama dengan Cangkir Opini dan Pimpinan Wilayah (PW) Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Jawa Timur melangsungkan dialog kebangsaan. Seminar yang diadakan pada akhir Mei ini mengangkat tema “Gerakan Filantropi Perdamaian”.
Perwakilan dari Kementrian Agama (Kemenag) Jawa Timur (Jatim), Supriyadi mengatakan, perkembangan filantropi di Indonesia tidak lepas dari tiga poin yaitu amal syariah, aman regulasi, dan wakaf produktif. Ketiga poin tersebut memiliki peran penting pembangunan ekonomi dalam gerakan filantropi di nusantara. "Adapun bentuk filantropi ini tidak terbatas pada gerakan perdamaian saja, tetapi juga harus bergerak dalam aspek ekonomi,” ucap Supriyadi.
Sementara itu, Ketua LAZISMU Jatim, Zainul Muslimin mengungkapkan, saat ini filantropi di Indonesia masih belum berhasil. Hal ini karena faktor kemiskinan menjadi salah satunya. Apalagi banyak dari masyarakat yang sudah terlarut dalam zona nyaman itu. Hal itu bisa dilihat ketika pada kenyataannya masyarakat masih miskin, namun mereka tidak mau dan enggan mengakui itu.
Di samping itu, ia juga memaparkan tentang pemenangan narasi perdamaian di media sosial. Hal ini penting disinggung mengingat medsos saat ini menjadi kebutuhan pokok informasi.
Menurut dia, sudah saatnya anak muda untuk memenangkan narasi perdamaian di media sosial. "Jangan hanya puas menjadi konsumen saja, tetapi harus bisa merubah perilaku sosial,” ucap Zainul dalam pesan pers yang diterima Republika, Selasa (7/6/2022).
Selanjutnya, terdapat pemateri Ustadz Jack Harun yang menceritakan bahwa ia adalah seorang mantan narapidana terorisme. Menurutnya, kelompok teroris di Indonesia memiliki tujuan untuk menandingi kekayaaan dan kesuksesan orang kafir (non-Islam).
Namun cara yang dilakukan kelompok ini lebih menghalalkan segala cara, bahkan mengancam keselamatan rakyat. Menurutnya, apa yang ia lakukan pada masa lampau menjadi sejarah kelam bagi Indonesia terutama agama Islam itu sendiri.
Jack bersyukur saat ini sudah kembali untuk membela NKRI. Namun ancaman tidak selesai begitu saja. Masih ada banyak orang yang fanatik fana dengan ekstrimis dan akan selalu mengancam orang-orang yang berpihak ke NKRI.
Pada akhir acara, Dosen Hukum Keluarga Islam (HKI) UMM Hasnan Bactiar menjelaskan, dunia sebenarnya saling terhubung satu sama lain. Negara dengan penduduk terbanyak selalu akan berpotensi melahirkan kelompok atau gerakan ekstrimisme.
Terkait gerakan filantropi, ia mengatakan, terdapat 20 persen orang kaya di Indonesia yang kekayaannya setara dengan 50 persen seluruh penduduk Indonesia. Sementara itu, sepuluh orang terkaya di Indonesia hanya satu yang beragama Islam. Dalam membangun filantropi perdamaian, upaya deradikalisasi harus dimasifkan terutama di tempat yang banyak bermunculan paham ekstrimis.