Mahasiswa Program Studi Agroteknologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Mardhotillatil Umroh meneliti penggunaan vermiwash dan mikoriza untuk mengatasi tanah yang tercemar logam dan pestisida.
REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Memulihkan kembali tanah yang tercemar logam dan pestisida bukan perkara mudah. Maka dari itu, mahasiswa Program Studi Agroteknologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Mardhotillatil Umroh, meneliti hal tersebut sehingga menghasilkan inovasi penggunaan vermiwash dan mikoriza untuk mengatasinya.
Menariknya, penelitian itu sukses mendapatkan pendanaan program Indofood Riset Nugraha (IRN). Ini adalah program yang diadakan oleh PT Indofood Sukses Makmur Tbk (Indofood) untuk mengajak mahasiswa berinovasi, khususnya dalam diversifikasi pangan lokal.
Adapun vermiwash adalah pupuk organik cair dari vermikompos yang diekstrak dari cacing tanah. Sementara itu, mikoriza merupakan jamur yang mampu bersimbiosis dengan tumbuhan.
"Kombinasi yang dilakukan adalah dengan cara memberikan mikoriza saat waktu semai, kemudian selanjutnya disemprot menggunakan vermiwash," katanya.
Ia melanjutkan, program penelitian tersebut ia lakukan selama enam bulan dan mencobanya di jagung. Jenis jagung yang digunakan adalah quality protein maize varietas srikandi putih dari bisi.
Pengembangan dan persiapan vermiwash dan mikoriza dilakukan di laboratorium bioteknologi UMM. Sementera itu, untuk menanam jagungnya berlokasi di lahan Rusunawa UMM.
Selama penelitian, ia harus mengumpulkan referensi dari berbagai jurnal internasional. Apalagi pemanfaatan vermiwash di Indonesia cukup jarang.
Selama ini, pemakaian pupuk bekas kascing atau pupuk organik yang berasal dari kotoran atau feces cacing tanah masih menjadi dominasi utama.
Menurut dia, saat ini sudah banyak masyarakat yang menggunakan kascing sehingga dia mencoba inovasi lain. Selain itu, vermiwash juga dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman.
"Sehingga saya ingin melihat potensi apabila kedua bahan itu (vermiwash dan mikoriza, red) digabungkan. Sejauh mana keefektifannya,” ungkapnya .
Saat ini penelitian yang mendapat pendanaan sebesar Rp 15 juta dan dimulai sejak Desember 2022 tersebut telah mencapai 45 persen. Ia optimistis, terobosannya mampu memberikan kontribusi nyata untuk pengembangan pertanian Indonesia yang ramah lingkungan.
Penelitiannya hanya tinggal uji hipovirulensi, tanam di lapang, dan pengamatan. Setelah itu, panen dan melakukan analisis data.
Setelah selesai penelitian ini, dia akan melanjutkan penyusunan skripsi, menyusun draft jurnal. Hal ini karena publikasi jurnal termasuk salah satu syarat setelah lulus program IRN.