REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Fenomena judi online di Indonesia semakin meresahkan masyarakat. Tidak hanya orang dewasa, remaja pun ikut terlibat di permainan tersebut.
Selain merugikan secara finansial, judi online cenderung membuat ketagihan. Dosen Psikologi dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Diana Savitri Hidayati, mengatakan, sesuatu yang berlebihan apalagi sampai membuat ketagihan adalah hal yang tidak normal. "Dan merupakan sebuah gangguan," katanya.
Seseorang jika sudah ketagihan terhadap sesuatu akan merasa tidak nyaman. Terlebih tidak melakukan hal itu bahkan sehari saja.
Mereka pada awalnya coba-coba karena penasaran. Namun, malah kebablasan karena kemampuan mengontrol diri tidak berjalan.
Orang yang ketagihan sudah pasti memiliki emosi yang tidak matang. Karena itu, munculah irrational beliefs atau pikiran yang tidak logis yang membuat seseorang melakukan perilaku tersebut.
Contoh irrational beliefs dalam kasus judi online ini misalnya, orang tersebut berpikir akan menang jika bermain sekali lagi. Pikiran tersebut akan terus muncul dan tanpa sadar membuat sang pemain ketagihan. Uang untuk berjudi akan mereka usahakan dengan berbagai macam cara demi berjudi.
Di psikologi, umumnya terapi penyembuhan ketagihan ini menggunakan pendekatan Cognitive Behavioral Therapy (CBT). CBT adalah psikoterapi yang mengintegrasikan dua pendekatan yakni terapi kognitif dan terapi perilaku atau behavior.
Pertama, dibenarkan terlebih dahulu kognitifnya dengan diajak berdiskusi. "Jadi irrational beliefs seperti ‘kalo aku coba sekali lagi pasti bakal menang’ harus diperbaiki. Padahal logikanya, yang punya mesin judi online itu tidak mungkin memberikan kemenangan pada pemain sedangkan ia juga membutuhkan uang,” jelasnya dalam pesan resmi yang diterima Republika.
Kedua, melakukan modifikasi perilaku agar berhenti berjudi. Karena judi online ini erat hubungannya dengan internet dan gawai maka solusinya dapat mengurangi penggunaan gawai dan internet. Namun, terapi ini akan mampu berjalan lancar jika yang bersangkutan juga mau berubah.
Individu tersebut harus sadar terlebih dahulu bahwa ia membutuhkan bantuan pihak lain. Setelah itu, baru psikolog dapat membantunya untuk lepas dari hal tersebut. Mungkin terlihat sederhana, namun sebenarnya perlu ada kolaborasi antar orang yang ingin diterapi, psikolog dan kerabat dekat yang bersangkutan.
Ia juga sangat menyarankan untuk tidak pernah mencoba bermain judi online. Apalagi jika tidak tahu sejauh mana seseorang bisa mengontrol diri nantinya.
Dia pun berharap individu yang sudah terlibat judi online dapat segera berhenti bagaimanapun caranya. Sebab, yang dirugikan bukan hanya diri sendiri melainkan juga orang disekitarnya. Jika ia adalah seorang ayah, maka ia tidak bisa berperan sebagai ayah yang baik sebab terlalu fokus pada judi.