Membangun rumah (ilustrasi) | Foto: Kia Mobil Indonesia
REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Harga rumah dan tanah terus melambung dari waktu ke waktu. Tingginya harga properti ini membuat banyak kalangan terutama kaum milenial kesusahan untuk memiliki hunian impian.
Melihat hal tersebut, dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Moh Abduh menjelaskan, milenial pun dapat memiliki rumah impian dengan modal minimalis. Generasi milenial di kisaran umur 20 hingga 30 tahun masih sangat memungkinkan untuk memiliki hunian sendiri.
Kendati demikian, dalam proses pembangunannya harus melibatkan ahli agar keamanan dan kenyamanan terjaga. Untuk membuat rumah tinggal yang layak dan nyaman, biaya yang dibutuhkan sangat bervariasi.
"Namun untuk membangun rumah sederhana para milenial harus menyediakan dana Rp 200 juta ke atas," katanya. Menurut dia, hal utama yang harus diperhatikan ketika akan membangun rumah adalah mempertimbangkan kondisi wilayah di Indonesia.
Sebagai negara yang dikelilingi cincin api, Indonesia menjadi rawan terhadap gempa bumi. Hal ini cukup membahayakan sehingga pembangunan rumah juga harus dibuat tahan akan gempa.
Untuk membuat rumah minimalis dengan harga yang minim, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Salah satunya adalah pemilihan gaya arsitektur rumah. Masing-masing gaya arsitektur memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri-sendiri.
Menurut Abduh, rumah dengan gaya arsitektur tropis akan cocok untuk generasi milenial. Hal tersebut karena gaya arsitektur ini lebih efisien untuk biaya perawatan. Kemudian juga karena sesuai dengan iklim yang ada di Indonesia.
Selain itu, juga harus mempertimbangkan dalam menggunakan bahan-bahan alternatif. Bahan pengganti ini sangat banyak ragamnya dan penggunaanya juga kondisional. "Misalnya mengganti kusen kayu dengan alumunium ataupun mengganti rangka atap kayu menjadi baja ringan," jelasnya.
Namun untuk mengganti bahan-bahan bangunan ini harus dikonsultasikan dengan para ahli. Jika salah memilih bahan, maka biaya pembangunan rumah akan membengkak.
Terkait bahan pengganti bangunan, Abduh mengungkapkan, masing-masing bahan pengganti memiliki sisi positif dan negatifnya tersendiri. Dari sisi positif, penggunaan bahan pengganti ini jelas memiliki sisi yang lebih ramah lingkungan.
Sementara itu, untuk sisi negatifnya terkhusus di bagian rangka atap perlu adanya perawatan ekstra terkait pengecekan skrup atau paku baja ringannya. "Hal ini harus dilakukan karena baut akan mengalami pengenduran akibat waktu, perubahan suhu, serta getaran," kata dia.
Untuk membangun hunian impian, juga harus diperhatikan keamanan materialnya. Dengan dana awal Rp 200 juta tersebut, para milenial sudah bisa membangun rumah tropis dengan spesifikasi dua kamar tidur.
Kemudian juga satu kamar mandi, dapur simpel, ruang tamu, serta ruang keluarga yang menyatu. Adapun luas bangunan yang didapatkan sekitar 36 meter persegi.
Jika membangun rumah sendiri, generasi milenial bisa lebih menghemat dana. Namun jika ingin lebih efektif, maka bisa membeli rumah yang sudah jadi.