REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Arif Budi Wurianto menilai saat ini bahasa daerah mulai banyak ditinggalkan. Arus urbanisasi dan globalisasi membuat bahasa Indonesia sebagai bahasa utama negara banyak digunakan di keluarga.
Ditambah lagi dengan masuknya bahasa Inggris dan Arab sebagai bahasa pengantar di sebagian lembaga pendidikan. Fenomena ini, kata dia, pada dasarnya menunjukkan bahasa memiliki sifat dinamis, berkembang dan berubah mengikuti perkembangan zaman.
Di Indonesia saat ini, bahasa daerah memang tidak banyak diajarkan oleh para orang tua. Rata-rata memilih menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari dalam berinteraksi.
Anak muda sekarang justru mengetahui bahasa daerah dari pergaulan mereka. Dia mencontohkan anak-anak Kalimantan yang merantau ke Pulau Jawa.
"Ketika mereka kembali ke Kalimantan, mereka akhirnya memahami bahasa Jawa dari pergaulan yang didapatkan dari Jawa,” katanya dalam pesan pers yang diterima Republika.
Arief mengaku sangat menyayangkan fenomena ini mengingat bahasa daerah memiliki potensi. Misalnya, bahasa Bali yang memiliki identitas kuat sehingga masyarakat di sana terus menerus menggunakannya sehari-hari.
Meksipun begitu, bahasa Indonesia masih tetap dijaga dan digunakan sebagai bahasa pemersatu bangsa.
Menurut dia, terdapat beberapa langkah yang bisa ditempuh agar bahasa daerah tidak punah. Satu di antaranya dengan menggunakan dan melestarikannya melalui komunitas lokal tertentu.
Adapun pelestarian terdiri dari dua hal yakni melestarikan bahasa daerah dan bahasa bangsa Indonesia.
Saat ini, kata dia, bahasa Jawa sudah digunakan sebagai bahasa kedua di tengah masyarakat seperti dipakai sebagai nama jalan, nama toko, maupun tulisan tulisan lainnya.
Bahkan ada yang diiringi dengan tulisan aksara Jawa di bawahnya. Langkah ini bagus agar masyarakat tidak asing dengan bahasa tersebut sehingga tidak langsung minat masyarakat juga turut naik.
Langkah lainnya yakni dengan memasukan bahasa daerah menjadi kurikulum pembelajaran dan membangun kebijakan politik yang menyeluruh untuk lebih mengarah ke pelestarian bahasa daerah. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan bahasa daerah di setiap bandara.
"Atau tempat tempat yang berpotensi didatangi banyak wisatawan asing dan lokal," katanya.
Pola pengajaran orang tua tentang bahasa daerah juga harus di bangun sejak anak masih kecil. Anak-anak diajarkan bahasa daerah terlebih dahulu lalu diiringi dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Secara konsitusi, pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan yang melindungi bahasa daerah agar tidak punah. Hal ini karena secara hakikat bahasa daerah merupakan kekayaan bangsa Indonesia. Sebab itu, perlu juga ada pergerakan politik yang membangun eksistensi secara keseluruhan pada bahasa daerah.
Hal tak kalah penting, yakni masing-masing sekolah di daerah juga perlu membuat kebijakan dimana dalam kurikulum pembelajarannya terdapat bahasa daerah. Dengan demikian secara tidak langsung anak-anak mendapatkan asupan bahasa daerah mereka masing-masing mulai dari kecil. Hal ini dapat membantu meningkatkan eksistensi bahasa daerah.