REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Wakil Presiden Republik Indonesia Profesor Ma’ruf Amin belum lama ini meluncurkan buku Pandemi Corona: Virus Deglobalisasi. Guru Besar Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Profesor Syamsul Arifin, turut berkontribusi di dalamnya.
Buku yang diinisiasi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) ini merupakan pesan dari para ahli cendekia di berbagai bidang. Tidak hanya ekonomi, sosial, budaya, agama, tapi juga kesehatan. Para ahli menceritakan kegelisahan terkait Covid-19 di buku tersebut.
Wakil Rektor I UMM, Profesor Syamsul Arifin mengatakan, semula tulisannya diterbitkan di Harian Republika. Artikel ringan yang berisi perbedaan sikap terhadap krisis di masa pandemi Covid-19 ini ditulis Syamsul seusai shalat Subuh. Dari hal sederhana ini, Syamsul tak menyangka artikelnya bisa ditulis dalam buku bergengsi INDEF.
Syamsul menjelaskan, artikelnya berisi tentang sikap pengingkaran masyarakat pada tahap awal pandemi Covid-19. Kemudian kemarahan itu memunculkan depresi pada manusia karena pandemi telah memberikan dampak negatif terhadap kesehatan dan ekonomi. "Sekarang ini banyak orang yang depresi menghadapi pandemi tetapi juga mau tidak mau kita harus maju ke tahapan acceptance (harus menerima) dan sudah muncul suatu konsep yang disebut new normal,” kata Syamsul.
Sosiolog Agama UMM ini menilai krisis dimensional yang terjadi sekarang mungkin lebih mengerikan dibandingkan peristiwa di 1998 atau 2008. Bahkan, perguruan tinggi swasta ikut merasakan dampaknya saat ini. Salah satunya perubahan model pembelajaran dari tatap muka menjadi daring.
Wapres RI Ma’ruf Amin menilai pandemi Covid 19 tidak mungkin ditangani sendiri oleh pemerintah. Ia mengaku sangat menghargai inisiatif INDEF dalam menerbitkan sebuah buku. Buku itu dinilai sangat lengkap sebagai panduan untuk pemerintah dan masyarakat.
"Karena merupakan kumpulan pemikiran banyak pakar ekonomi, sosial dan budaya yang secara bersama-sama menyampaikan gagasan dari proses bersama penanganan pandemi Covid-19," ungkapnya.