REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menciptakan mesin pembuat garam berkualitas. Alat ciptaan tersebut dinamakan mesin tongkang garam.
Mahasiswa Teknik Mesin UMM, Haryo Widya Darman menjelaskan, penciptaan alat dilatarbelakangi posisi garam sebagai mineral yang dapat diperbaharui dan jumlahnya tidak terbatas. Indonesia dengan iklimnya yang tropis dan garis pantai yang panjang menjadi negara dengan potensi produksi yang menjanjikan. Di sisi lain, penggunaan garam domestik dan dunia terus meningkat.
Untuk menutupi kekurangan itu, maka pemerintah melakukan impor. Pada 2018 impor garam Indonesia mencapai 3,7 juta ton dengan nilai 83,6 juta dollar AS. Kemudian di 2019 impor garam dialokasikan 2,7 juta ton.
Pemerintah melakukan upaya tersebut karena produksi dan kualitas garam lokal tidak mencukupi kebutuhan industri domestik. Tidak hanya untuk kepentingan industri, tapi juga pangan. "Artinya negara mengeluarkan Rp1,34 Triliun untuk impor garam. Dengan biaya impor sebesar itu, sementara petani garam jauh dari kata sejahtera,” ungkap Haryo.
Menurut Haryo, terdapat beberapa kendala yang menyebabkan garam lokal kurang diminati. Beberapa di antaranya karena kepemilikan lahan yang terbatas. Kemudian ketergantungan cuaca dan efisiensi produksi yang rendah.
Melihat situasi tersebut, maka diperlukan solusi berupa pernambahan lahan yang fleksibel. Namun tetap bisa membantu percepatan produksi garam yang sesuai standar layak. Dengan demikian bisa berpindah-pindah dan dekat pabrik sehingga mengurangi biaya transpor dan operasional truk.
Menurut Haryo, solusi berupa penambahan lahan terapung atau Tongkang Garam termasuk masuk akal. Sebab, terapung dapat berpindah posisi bahkan dekat dengan pabrik. Ditambah lagi, terdapat teknologi tambahan berupa control device android.
"Itu berfungsi ntuk mengetahui posisi, kadar air, temperatur, dan pengaktifan fitur mekatronika otomatisnya,” ujar dia.
Tongkang garam dilengkapi atap, cermin, generator kincir dan sekop. Bagian-bagian tersebut bisa dikendalikan otomatis. "Dan tongkang anti karat, tow hook, dan anchor membuatnya mudah dipindahkan, sehingga pembuatan tambak garam hibrid diharapkan jadi solusi untuk membantu petani mempercepat pembuatan garam yang sesuai standar keperluan industri," tambahnya, melalui keterangan resmi yang diterima Republika.co.id, Selasa (15/10).
Dengan rancangan tongkang ini, Haryo berharap dapat menjawab masalah garam. Salah satu di antaranya seperti keterbatasan lahan karena proses kristalisasi dilakukan di atas laut. Kualitas garam bisa ditingkatkan seperti kebersihan, warna, penurunan kadar air. Kemudian percepatan produksi yang semula 15 hari menjadi 8 sampai 10 hari karena rekayasa mekatronika.
Hal yang pasti, tongkang garam diharapkan dapat membantu produksi panen lebih cepat. Kualitasnya juga lebih baik dan akan meningkatkan harga jual panen. Tak lupa juga berharap agar tongkang garam bisa menjadi solusi pemberhentian impor garam yang dilakukan pemerintah.
Selain Haryo, tongkang garam juga diinisiasi oleh mahasiswa Zehandana khatami dan Annisa Widya Nurmalitasari. Mereka sempat mengajukan alatnya untuk mengikuti perlombaan yang diadakan Asosiasi Program Studi Teknik Mesin-Perguruan Tinggi Muhammadiyah Se-Indonesia. Hasilnya, UMM berhasil mendapat peringkat dua.