JURNAL PERGURUAN TINGGI -- Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dan Singapore Polytechnic (SP) berkolaborasi menciptakan enam prototipe alat pedukung produksi tempe. Hasil kolaborasi tersebut dipamerkan pada acara yang bertajuk Learning Express (Lex) di Aula BAU Kampus Putih, Rabu (20/9/2023).
Enam prototipe produksi tempe tersebut sudah diaplikasikan pada pengusaha tempe di Desa Beji, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Beji merupakan kampung tempe, karena banyak warga yang bermatapencaharian sebagai pengusaha tempe.
Deputy Director SP, Goh Say Sheng mengapresiasi segala kolaborasi yang sudah dilakukan bersama teman-teman UMM. Menurutnya, para mahasiswa SP tidak sekadar datang ke Malang Indonesia, tapi harus mampu mempelajari budaya Indonesia. Begitu juga proyek terkait tempe yang sudah ditekuni dalam beberapa hari.
“Semoga memberikan pengetahuan baru dan menajamkan daya kritis para peserta. Lex bukan hanya mengenai ide, tapi juga harus bisa dikembangkan menjadi alat yang bermanfaat bagi sesama,” kata Goh Say Sheng.
Salah satu pemilik usaha tempe, Rizky Nurfikayati merasa senang bisa berdiskusi dengan mahasiswa Singapura maupun UMM. Ada banyak masalah yang pada akhirnya bisa diselesaikan oleh peserta Lex.
"Misalnya, terkait air limbah pengasaman yang tidak baik untuk lingkungan. Limbah tersebut bisa diatasi dengan menggunakan abu pembakaran," kata Rizky Nurfikayati.
Fika, begitu ia kerap disapa, menilai para peserta Lex tidak sekadar membuat alat. Namun, mereka juga memberikan masukan bagaimana cara memproduksi tempe dengan cara yang lebih higienis. Begitupun dengan sistem memotong yang lebih cepat. Para peserta juga bermalam di dekat lokasi rpoduksi selama tiga hari dua malam.
“Saat menginap di daerah produksi, mereka juga aktif dan baik. Selalu bertanya banyak hal agar bisa memberikan masukan yang lebih baik. Semoga berbagai prototipe ini bisa benar-benar dijadikan alat dan membantu para produsen tempet, khususnya di daerah Beji,” kata Fika.
Salah satu mahasiswa SP, Mathew mengatakan salah satu prototipe alat penunjang produksi tempe adalah penyaring asap pembakaran. Alat ini berupa pipa yang di dalamnya ada dua buah filter. Salah satu filternya, High Efficiency Particulate Air (HEPA) yang dapat menyaring debu dan asap. Sehingga asap masuk ke dalam pipa akan terfilter dan asap yang keluar lebih baik dan tidak membahayakan makhluk hidup lain.
“Selain itu juga bisa memberikan dampak positif bagi udara di sekitar. Termasuk saat asapnya mengnai atsmosfer. Semoga filter ini bisa membantu para produsen tempe di Beji dan tempat-tempat lainnya,” kata Mathew. (*)