Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) melakukan pelayanan psikososial berupa trauma healing bagi para korban maupun keluarga, bahkan juga para wartawan yang berada di lokasi. (ilustrasi). | Foto: ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto
Pos layanan psikososial UMM memberikan dua jenis pelayanan pada korban dan wartawan
REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Tragedi stadion Kanjuruhan yang terjadi pada awal bulan lalu masih menorehkan luka. Tak hanya luka fisik tetapi juga luka batin.
Situasi tersebut turut menggerakkan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) untuk melakukan pelayanan psikososial berupa trauma healing bagi para korban maupun keluarga, bahkan juga para wartawan yang berada di lokasi. Hal ini penting mengingat wartawan telah melakukan liputan baik itu pra, saat dan pascatragedi. Layanan ini bertempat di Aula Masjid lantai satu UMM dan dibuka mulai dari 09.00 sampai 15.00 Wib.
Salah seorang relawan, Ahmad Sulaiman menjelaskan, pos layanan psikososial UMM memberikan dua jenis pelayanan pada para korban, termasuk wartawan. Pelayanan pertama terkait Psychological First Aid (PFA) yang merupakan rangkaian tindakan penguatan mental. Tahapan awal ini juga berguna untuk melihat kondisi terkini dari klien.
Setelah itu, jika korban mengalami kondisi yang berat maka akan dilakukan konseling bersama psikolong. Selain itu, para relawan juga turun ke rumah-rumah korban untuk melakukan pendampingan psikologis. Total ada 40 relawan dari mahasiswa dan 10 psikolog dari para alumni UMM.
Sejauh ini, kata dia, tercatat sudah ada ratusan orang yang ke UMM dan 30 korban yang sudah dikunjungi rumahnya. Banyak di antara mereka yang masih terkenang pengalaman menyakitkan di lokasi kejadian seperti korban yang bejatuhan, perasaan terhimpit, dan saat-saat dipukuli aparat.
Selain itu, banyak korban yang mengalami trauma sehingga takut untuk keluar rumah. Biasanya mereka trauma ketika melihat warna biru yang merupakan lambang arema dan juga ambulan. "Hal tak jauh berbeda juga dirasakan para wartawan yang datang hari ini,” kata dosen Fakultas Psikologi tersebut.
Menurut dia, kondisi-kondisi tersebut mengganggu aktivitas sehari-hari para korban. Setelah meninjau kondisi korban, para relawan akan memberikan konseling dan treatmen sesuai dengan tingkat keparahan korban. Konsultasi bahkan bisa dilakukan lebih dari tiga kali untuk memastikan para penyitas dapat beraktivitas secara normal kembali.
Program layanan ini semula akan dakukan sampai akhir bulan. Namun melihat kondisi beberapa korban, layanan ini akan diperpanjang dengan seleksi relawan yang lebih ketat. "Harapan kami pos layanan psikososial ini dapat meringankan luka batin yang dialami para korban dan keluarga yang ditinggalkan,” ungkap Mada, sapaan akrabnya dalam pesan resmi yang diterima Republika.
Di sisi lain, salah seorang korban yaitu wartawan dari RRI Malang Feri Ardiansyah menceritakan bahwa ia berada di tempat saat kericuhan terjadi. Awalnya ia dan teman-teman sedang menunggu konferensi pers usai pertandingan. Namun selang beberapa menit stadion menjadi ricuh dan terjadilah tragedi tersebut. Setelah kejadian, Feri
mengalami kelelahan fisik dan mental akibat kurangya waktu tidur.
Feri mengetahui layanan ini dari teman-teman media lainnya dan disarankan untuk menjalankan konseling. Salah satu perubahan yang dia alami setelah tragedi kanjuruhan adalah kesulitan untuk tidur. Dia biasanya bisa tidur pada pukul 21.00 atau 22.00 WIB namun setelah tragedi Kanjurugan baru bisa tidur pukul 02.00 WIB. Hal ini sangat menganggunya mengingat dia harus bangun pukul 04.30 WIB setiap harinya.
Ferdi mengapresiasi dan berterimakasih atas upaya UMM dalam memberikan layanan konsultasi psikologi. Melalui layanan tersebut, ia diberikan keyakinan untuk mampu melupakan kejadian tragis tersebut. "Sehingga bisa kembali menjalani hidup dengan normal," katanya.