Tolak Tank Leopard, Barangkali Habibie Belum Dapat Info Pas
Author : Humas | Selasa, 01 April 2014 12:52 WIB | Republika - Republika
JAKARTA (MI) : Analis Universitas Pertahanan Indonesia Dr Rajab Ritonga menyatakan kehadiran tank Leopard tetap dibutuhkan Indonesia guna perimbangan kekuatan. Pendapat ini berbeda dengan pandangan Presiden RI ke-3 BJ Habibie.
"Intinya, pembelian seperti Leopard tersebut sudah tepat, karena tank sejenis sudah dimiliki Singapura, Malaysia. Hanya Indonesia, Filipina, dan Timor Leste yang tidak punya Main Battle Tank (MBT), Australia dan marinis AS di Darwin pun menggunakan," katanya di Jakarta, Selasa (1/4/2014).
Dosen Universitas Pertahanan (Unhan) Indonesia itu mengemukakan bahwa Indonesia harus mempertimbangkan konstelasi perimbangan teknologi persenjataan. "Jadi, memang kita harus punya, dan itu juga menjadi kebanggaan, karena prajurit kavaleri TNI (sebelum ada Leopard) tidak sebanding dengan negara tetangga," katanya.
Ia menilai kehadiran tank Leopard penting, seperti di Kalimantan yang berbatasan dengan Malaysia, dimana sebelumnya MBT Malaysia bukan tandingan tank yang dimiliki TNI.
"Sebelum ada tank Leopard, kita cuma punya tank Scorpion, yang beratnya cuma 15 ton, dibanding MBT tank Leopard yang memiliki berat 60 ton, jadi ada bandingannya," kata Rajab Ritonga yang alumnus Master of Science (MSi) Kajian Ketahanan Nasional dari UI pada 2001 itu.
Menurut dia, kekuatan Indonesia menjadi signifikan dengan alat utama sistem persenjataan (alutsista) itu. "Karena bagaimanapun juga bisa membuat efek penggentar bagi negara-negara lain yang tidak berniat baik dengan Republik Indonesia," katanya.
Ia mengatakan jika dibeli sesuai anggaran, jumlahnya hanya bisa mencapai sekitar 40 tank. Namun, katanya, karena Kepala Staf TNI-AD saat itu, Jenderal Pramono Edhi Wibowo, memiliki kebijakan dengan "G to G" (antarpemerintah), maka jumlahnya bertambah menjadi hampir 150 tank Leopard.
"Jadi, pada masa Kasad dijabat Pramono Edhi Wibowo, kebiasaan melalui 'broker' dipangkas sehingga menjadi efisien," katanya.
Oleh karena itu, Rajab melibat bahwa pernyataan mantan Presiden B.J. Habibie yang mengkritik keputusan Kementerian Pertahanan membeli tank Leopard karena tidak cocok sebagai alutsista Indonesia, bukan untuk dibantah.
Habibie menilai bahwa tank Leoprad hanya untuk negara padang pasir, dan bukan negara maritim, termasuk beratnya yang mencapai 60 ton bisa merusak jembatan yang dilalui.
"Barangkali Pak Habibie belum mendapat informasi yang pas," katanya.
Mengenai jalan-jalan kota besar yang rusak jika dilalui tank Leopard, ia menyatakan bahwa fungsi tank itu bukan hanya di padang pasir, tapi juga bisa dipakai di daratan dan hutan. Ia mengatakan bahwa hal itu sudah dibuktikan pada parade HUT TNI di Halim Perdana Kusuma yang tidak rusak dan juga pada pameran alutsista di Monas.
Tank Leopard Didatangkan untuk Penuhi MEF
Pengamat militer Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Muhadjir Effendy menilai pengadaan MBT Leopard sudah tepat. Menurut dia, langkah Kemenhan membeli ratusan tank kelas berat merupakan bagian upaya untuk memenuhi minimum essential forces (MEF).
Muhadjir mengatakan kehadiran MBT Leopard tidak bisa ditawar-tawar lagi, karena sudah masuk ke dalam rencana strategis. Pembelian tank asal Jerman tersebut tidak harus mempertimbangkan letak geografis Indonesia. Meski wilayah Indonesia sebagian besar berupa lautan, kehadiran MBT Leopard sangat diperlukan untuk memperkuat satuan tempur yang dimiliki Mabes TNI AD.
“Untuk standar pemenuhan MEF, kehadiran MBT Leopard mutlak untuk memperkuat satuan kavaleri. Tidak harus mensyaratkan harus dipakai di padang pasir,” kata Muhadjir ketika dihubungi, Senin (31/3) malam.
Melihat postur kekuatan TNI, lanjut dia, sangat mendesak bagi Kemenhan untuk membeli secara besar-besaran alutsista baru. Hal itu untuk mengimbangi kekuatan negara tetangga. Pertimbangan lainnya adalah agar Indonesia tidak diremehkan negara lain.
Hanya saja, ia tidak setuju kalau penempatan MBT Leopard dikonsentrasikan di Pulau Jawa. Dia menyebut, ancaman kedaulatan muncul di daerah perbatasan. Karena itu, ia menyarankan agar Mabes TNI AD membuat markas khusus di daerah terluar, khususnya Kalimantan.
Kalau memang medan di luar Jawa masih belum memungkinkan dilewati tank, maka mau tidak mau Kemenhan harus menyiapkan sarana infrastruktur lebih dulu. “Mestinya, MBT Leopard ini ditempatkan di daerah perbatasan agar bisa bergerak cepat mendukung untuk mengantisipasi ancaman dari luar negeri,” kata Muhadjir.
Sumber: http://militerindonesiamy.blogspot.com/2014/04/tolak-tank-leopard-barangkali-habibie.html
Shared:
Komentar