REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Tim dosen dari Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) melakukan pengabdian masyarakat, yang difokuskan pada pendampingan Industri Rumah Tangga (IRT) pembuatan oleh-oleh khas Kepulauan Sapeken. Pembinaan juga dilakukan terhadap kelompok nelayan penangkap ikan.
Ketua Tim, Iin Hindun mengatakan, alasan pemilihan Kepulauan Sapeken karena termasuk kecamatan terjauh dan paling timur (terluar) dari Kabupaten Sumenep. Akses menuju Kepulauan Sapeken cukup sulit akibat faktor geografis dan sarana penunjang transportasi belum memadai. Faktor-faktor ini menyebabkan lokasi semakin terisolisasi, mengalami kesenjangan dan jauh tertinggal dari kecamatan lainnya.
"Khususnya dari Sumenep daratan," kata Iin.
Selain itu, angka kemiskinan di daerah yang terletak di kepulauan Madura ini juga masih cukup tinggi. Padahal Kepulauan Sapeken memiliki potensi Sumber Daya Alam (SDA) berbasis bahari atau kelautan yang cukup besar dan sangat potensial untuk dikembangkan. Menurut Iin, kepulauan tersebut membutuhkan pihak pendamping untuk melejitkan potensinya.
Berdasarkan hasil observasi dan riset, daerah tersebut menyimpan potensi kelautan yang sangat besar. Namun timnya di sini lebih berfokus pada dua hal. Antara lain mengangkat potensi jajanan atau oleh-oleh yang berasal dari daerah ini seperti pembuatan abon.
"Tentu di sini sangat banyak ikan, udang, kepiting dan hasil lautnya. Oleh karena itu, kami juga memilih mitra kelompok nelayan, sehingga kedua mitra akan bersinergi. Satu menyuplai bahan baku, satunya mengolah menjadi produk khas Kepulauan Sapeken,” tambah Iin Hindun, melalui pesan resmi yang diterima Republika.co.id, Selasa (1/10).
Sementara itu, Ketua Kelompok IRT “Dapoer Emmak”, Thahira Hudrie, menuturkan selama ini banyak persoalan atau kendala yang mereka hadapi. Kendala tersebut, yaitu penggunaan alat masih sederhana, jumlah terbatas dan manual. Kondisi ini menyebabkan produksi masih rendah dan pemasaran masih dalam wilayah yang sempit.
"Serta volume yang kecil karena memang jumlah produksi sangat terbatas," katanya.
Kini, pihaknya mendapatkan bantuan berupa paket mesin pembuatan abon. Ada alat pengukus atau presto sehingga pemasakan bahan baku lebih cepat dan merata. Lalu adapula mesin penggoreng sehingga abon matang merata dan tidak takut gosong. Pihaknya juga menerima spinner sehingga minyak bisa dibuang dan abon akan awet lebih lama.
Selain itu, pihaknya juga memeroleh sealer dan pelatihan bagaimana kemasan yang baik. "Total biaya alat ini kayaknya lebih dari 60 juta. Bayangkan kalau kami harus beli sendiri. Kami semangat untuk meningkatkan produksi dan membuat aneka produk, sehingga mengangkat nama kepulauan Sapeken,” ujar Thahira.
Di kesempatan lain, Koordinator Kelompok Nelayan “Sapeken Sejahtera”, Husni Mubarak, menginformasikan, permasalahan yang sering mereka hadapi terkait keterbatasan biaya sehingga hanya memiliki perahu yang kecil. Selanjutnya, perihal mesin tenaga kecil (GT kecil), akses penerangan dan navigasi yang lemah. Lalu pemasaran hasil tangkapan yang tidak maksimal.
Atas masalah tersebut, Husni menjelaskan, pihaknya kini mendapatkan bantuan kapal berukuran besar sekitar tiga sampai empat GT. Kapal ini sudah memiliki mesinnya juga dan dilengkapi dengan tenaga surya. "Jadi bila malam, penerangan sesuai dengan keinginan,” imbuh Husni.
Setelah adanya kapal ini, Husni mengaku, hasil dan pendapatan meningkat berkali-kali lipat. Mereka juga lebih berani menangkap ikan agak jauh karena kapal dan mesin sudah layak. Hasil tangkapan mereka juga terjamin pemasarannya karena minimal sudah bekerja sama dengan IRT pengolahan abon.