REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Praktikum 1 Audio Visual Ilmu Komunikasi (Ikom) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menggelar Pesta Film Anak, Rabu (26/6). Kegiatan ini sebagai bentuk apresiasi karya film yang konsen pada konten positif.
Ketua Pelaksana Mella Dwi Purnama menjelaskan, kegiatan ini dilatarbelakangi di mana anak-anak saat ini telah terkontaminasi dengan perkembangan teknologi juga internet. Kecenderungannya, konten yang terdapat di internet negatif dan sulit dikontrol.
"Melalui film, kami dapat menyajikan berbagai film berkonten positif. Tujuannya tidak cuma sebagai tontonan tapi juga tuntunan,” kata Mella.
Di acaranya, Mella menayangkan secara perdana film-film karya mahasiswa praktikum audiovisual 1 prodi Ilmu Komunikasi. Gelaran bertemakan 'Museum Anak: Tempo Dulu' ditunjukkan untuk mengajak para penonton, anak-anak maupun remaja bernostalgia dengan berbagai hal di masa lampau.
Kegiatan ini juga memperkenalkan bagaimana cara anak-anak tempo dulu bersosialisasi. Tidak seperti sekarang yang kecenderungannya membuat anak-anak dan remaja memiliki jiwa individualis. Selain itu, timnya juga mengeksplorasi hal-hal di masa anak-anak tempo dulu, mulai dari permainan, makanan dan lainnya.
Sedikitnya sembilan film ditayangkan di hadapan anak-anak seusia sekolah dasar dan remaja. Pasca ditayangkan, para sineas juga diminta membagikan pengalamannya di balik proses pembuatannya. Acara ditutup dengan penganugerahan penghargaan untuk berabagai kategori, di antaranya ide cerita hingga soundtrack terbaik.
Adapun sembilan kelompok yang unjuk gigi karya filmnya yakni Sam Depok – The Sacred Tree, Pine Film – Super Sayur dan Gawe Pilem – Jangkrik. Lalu Sudut Pandang Sinema – Kelaran, Dialektika – Paku dalam Botol dan Foremost Film – Selimut Ashgaf. Kemudian Miwiti – “Pangkur”, Sakelas Production – Surup serta Back to Basic – Sehari Saja.
Back to Basic menjadi pemenang Ide Cerita Terbaik. Film ini mengisahkan Aqila, anak perempuan sembilan tahun yang tinggal bersama ibunya. Suatu hari, ibunya marah kepada Aqila karena ia bangun kesiangan. Mereka pun beradu argumen, Aqila merasa menjadi orang tua itu mudah, sedangkan ibunya merasa tidak ada hal yang rumit menjadi anak kecil.
Hingga satu kejadian, membuat keduanya tertukar jiwa. Tubuh Aqila dengan jiwa ibunya dan sebaliknya. Dari kejadian itu, mereka mendapatkan banyak pelajaran berharga yakni tentang saling menghargai dan menghormati. Keduanya menyadari bahwa tidak mudah menjalani peran jadi seorang single parent dan siswa kelas 5 SD.
Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi UMM, Himawan Sutanto, menyebut, masa anak-anak itu fase di mana mereka menirukan banyak hal. Melalui perhelatan Pesta Film Anak ini, UMM ingin mewujudkan generasi muda menjadi generasi yang sehat. "Tidak hanya fisiknya, tapi juga jiwa dan pengetahuannya,” ungkapnya melalui keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Kamis (27/6).