KBRN, Malang : Minat generasi muda di bidang pertanian terus menurun karena dirasa kurang menjanjikan. Berdasarkan data BBSDMP Kementan pada Tahun 2020, petani usia 20-39 tahun hanya sebesar 2,7 juta dari total petani 33,4 juta. Sebanyak 61% petani di Indonesia berusia diatas 45 Tahun.
“Banyak anak muda beranggapan profesi sebagai petani itu tidak keren,” kata Dr. Ir. Nurdiah Husnah M.Si, perwakilan Kementerian Pertanian Balai Pengujian Standar Instrumen Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (BSIP Jestro) dalam Kuliah Tamu Mahasiswa Baru Program Studi (Prodi) Agroteknologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) bertajuk Menjawab Peluang dan tantangan Transformasi Pertanian berkelanjutan di Era 5.0.
Menurutnya, ada beberapa masalah yang menjadi kunci pokok sehingga anak muda enggan untuk terjun ke dunia pertanian. Misalnya saja adanya alih fungsi lahan, modal pertanian yang sedikit, hingga teknik budidaya yang kurang presisi.
“Penurunan SDM pertanian ini tak sebanding dengan permintaan masyarakat akan bahan pangan. Maka dari itu, diperlukan kolaborasi antara teknologi dan manusia agar dapat menciptakan pertanian yang selaras dengan era 5.0,” ujarnya.
Husnah mengatakan, penerapan teknologi di bidang pertanian bertujuan untuk menggabungkan kecerdasan buatan (AI) dengan kecerdasan manusia untuk memajukan pertanian Indonesia.
“Karena pertanian saat ini masih menerapkan pertanian konvensional yang membutuhkan tenaga dan biaya yang tak sedikit. Maka perlu adanya kerjasama pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat untuk mengembangkan pertanian di era 5.0,” paparnya.
Selain kuliah tamu, acara ini juga merupakan bentuk revitalisasi program Center of Excellent (CoE) dengan pihak Dunia Usaha Dunia Industri (DUDI).
Arif Wibowoc, direktur PT. Sumber Alam Unggul menambahkan, jawaban atas permasalahan ini adalah dengan mekanisasi pertanian.
“Mekanisasi pertanian merupakan bentuk kolaborasi antara AI dan manusia untuk memanfaatkan penggunaan lahan yang sedikit namun dapat memaksimalkan hasil pertanian,” kata dia.
“Seperti contoh penggunaan pertanian dengan sistem aeroponik yang dirancang khusus dengan sistem otomatisasi penyiraman tanaman. Juga penggunaan drone sebagai alat penyemprotan pupuk dan mesin panen pertanian,” sambung Arif.
Sementara itu, Rektor UMM, Prof. Dr. Fauzan, M.Pd. menyampaikan bahwa pihaknya saat ini sudah mempersiapkan mahasiswanya untuk dapat terjun langsung ke dunia industri.
“Mahasiswa dibekali dengan skill teknis agar saat memasuki dunia industri, mereka tidak bingung harus melakukan apa. Semua itu dikemas dalam bentuk kelas unggulan atau CoE yang sudah berdiri sejak 2018 lalu,” ujarnya.
Melalui program ini, ia berharap dapat memastikan mahasiswa untuk bisa bekerja di dunia industri dan memiliki sikap mandiri.