SIARINDOMEDIA.COM – Aksi ekstremisme semakin mewabah. Ujaran kebencian tak hanya dijumpai pada kehidupan nyata namun juga dunia digital. Saling menyudutkan ras, suku, budaya dan bahkan kini mengarah ke diskriminasi beragama.
Menyoroti fenomena tersebut, dosen Pendidikan Agama Islam (PAI) FAI UMM Nafik Muthohirin, angkat bicara. Menurutnya ekstremisme telah menjadi perhatian global. Dalam berbagai konteks, ekstremisme politik, agama, dan ideologi telah menimbulkan ancaman terhadap stabilitas sosial, perdamaian, di berbagai negara.
Ekstremisme juga sering mengacu pada keyakinan atau pendekatan radikal. Di mana individu atau kelompok tertentu menganut ideologi yang jauh dari kata mainstream.
“Banyak masyarakat saat ini yang melakukan aksi ekstremisme dengan dalih kebenaran agama. Padahal tidak ada satupun agama yang membenarkan aksi kekerasan,” tegasnya.
Mengutip dari pandangan klasik, Nafik memaparkan kasus esktremisme di tubuh umat Islam sendiri. Tak jarang, kasus ini terjadi akibat penafsiran terhadap ayat tertentu di dalam Al-Qur’an yang dimaknai secara literal, kaku, dan tertutup. Ditambah lagi dengan faktor-faktor lain yang memulai timbulnya perilaku ekstremisme tersebut.
“Maka, upaya memahami akar masalah, dan mempromosikan nilai toleransi serta harmoni menjadi sangat penting dalam menghadapi ekstremisme ini,” katanya.
Nafik yang juga Direktur Program RBC Institute A. Malik Fadjar tersebut menilai, madrasah atau pesantren khususnya di Indonesia, memiliki peran penting. Mereka perlu menyebarluaskan nilai-nilai keluhuran, perdamaian, dan moderasi beragama.
Dia juga menekankan pemahaman pentingnya menghargai keberadaan kelompok lain (agama, suku, ras, atau kelompok) sejak dini. Pendidikan formal maupun informal sangat dianjurkan untuk menekankan nilai-nilai universal seperti kasih sayang, kebaikan, keadilan dan perdamaian.
“Hal itu tentu membantu peserta didik mamahami makna dari suatu ayat suci,” ucapnya.
Misalnya dengan memberikan contoh konkret atau cerita yang relevan dengan ayat terkait. Sehingga peserta didik dapat memahami penerapan ayat dalam konteks kehidupan nyata. Hal ini akan membantu mereka melihat bagaimana ayat dapat diterapkan dalam tindakan sehari-hari.
Setelah aspek pemahaman diberikan, maka peserta didik perlu diajarkan toleransi aktif dengan mengajak kerja sama atau kolaborasi bersama kelompok berbeda. Dengan begitu dapat mewujudkan kehidupan yang lebih harmonis dan damai.