Dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Moh. Mirza Nuryadi, M.Sc. mengajar mahasiswa di kampus Spanyol melalui program academic staff exchange. Foto/Dok/UMM
JAKARTA - Salah satu pengalaman menarik didapatkan oleh salah satu dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Moh. Mirza Nuryadi, M.Sc. Ia berhasil menginjakkan kaki di Spanyol melalui program academic staff exchange.
Berkolaborasi dengan Universidad Catolica San Antonio De Murcia Spanyol (ICAN), ia dapat merasakan pengalaman mengajar di sana.
“Sebenarnya saya sudah menyiapkan diri sejak 2021 lalu. Namun, sedikit tersendat karena pandemi masih ada, pun dengan pembatasannya. Alhamdulillah, persiapan saya sejak dini nyatanya memberikan jalan tersendiri,” jelasnya.
Selain berkesempatan mengajar di sana, Mirza juga sempat mengunjungi fakultas kedokteran dan melakukan diskusi terkait riset yang ia angkat di depan mahasiswa sarjana, master, maupun doktoral di sana.
Adapun riset yang ia lakukan mengenai biokimia yang mengarah pada reproduksi. Yakni resistensi nyamuk aedes aegypti pembawa virus yang menyebabkan manusia terjangkit demam berdarah. Dari riset itu pula, ia juga telah meluncurkan beberapa artikel ilmiah di level nasional maupun Internasional.
Terkait sistem pengajaran, di sana ia mendapati bahwa ada klasifikasi untuk setiap kelas. salah satunya kelas berbahasa Inggris yang membuat para mahasiswa bisa terus melatih bahasa Inggrisnya. Hal itu bermanfaat saat ada tamu atau pengajar yang menggunakan bahasa yang sama.
“Cara belajar mahasiswa juga tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Hanya saja ada kepercayaan lebih antara pengajar dan mahasiswa sehingga mereka bisa mengeksplor diri namun tetap dalam pengawasan dosen,” tambah alumnus SMA Muhammadiyah 1 Sumenep itu.
Ia juga tak menyia-nyiakan waktu selama berada di Spanyol. Saat ada waktu kosong, ia mencoba mendapatkan pengalaman-pengalaman baru dengan mengunjungi berbagai lokasi dan mencoba berbagai makanan. Ia mencoba berbagai olahan ikan yang dicampur dengan sayur dan kentang. Sayangnya, rasanya tidak cocok dengan lidah Mirza sehingga ia lebih memiliki makanan lain.
“Sebenarnya ada makanan yang menurut say cocok, tapi tempatnya jauh di pinggiran kota. Ada kebab dan juga nasi briyani yang realtif sesuai dengan lidah saya,” tambahnya.
Mirza juga mendatangi kota Madrid. Di sana ia sangat kagum dengan keramahan penduduknya. Walapun penduduk sana tidak banyak yang bisa bahasa Inggris, tapi mereka membantu menunjukkan arah saat saya kebingungan dan tersesat.
Ia juga menyempatkan datang ke tempat bersejarah Islam yang menjadi tempat paling berkesan, yakni Istana Alhambra di Kota Granada, Spanyol. Ia mengaku kagum atas arsitektur bangunan istana tersebut. Ia juga menyempatkan diri mengikuti tur dan belajar tentang sejarah kejayaan Islam di negeri Matador itu.