BIN: Pangdam dan Kapolda Sudah Diingatkan

Author : Humas | Senin, 02 Juli 2007 | Suara Karya - Suara Karya

JAKARTA (Suara Karya): Badan Intelijen Negara (BIN) mengaku sudah menginformasikan kepada Pangdam XVI Pattimura dan Kapolda Maluku tentang kemungkinan penyusupan simpatisan Republik Maluku Selatan (RMS) saat digelarnya acara kenegaraan yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Jumat (29/6) lalu, di Ambon, Maluku.

Staf Khusus Kepala BIN Janzi Sofyan, kepada wartawan, di Restoran Dapur Sunda, Jl.Gatot Subroto, Jakarta, Minggu (1/7), mengatakan, temuan BIN mengenai rencana aksi pendukung RMS itu telah dipaparkan dalam rapat internal bersama Pangdam XVI Pattimura Mayjen TNI Sudarmaidy Soebandi, Kapolda Maluku Brigjen Pol Gatot Guntur Setiawan, sebelum kedatangan Presiden SBY di Ambon.

 

"Sebenarnya jauh hari sebelum SBY datang, Mensesneg mengundang Gubernur Maluku, Pangdam, Kapolda untuk memaparkan kesiapan-kesiapan unsur menyambut kedatangan SBY," ujar Janzi. Karena itu dia menolak BIN disebut sebagai pihak paling bersalah dalam kasus penyusupan pendukung RMS pada puncak peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) di Ambon itu.

Dalam rapat tersebut, kata dia, dipaparkan hal-hal apa saja yang pantas maupun tidak pantas dalam susunan acara Harganas XVI di Ambon. Susunan acara itu adalah tanggung jawab Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu.

Menurut Janzi Sofyan, dalam rapat itu juga BIN telah mengingatkan bahwa ada tiga hal (informasi) yang harus diperhatikan secara khusus dalam menyambut kedatangan Presiden. Pertama, RMS akan melakukan aksi pengibaran bendera. Kedua, akan ada demonstrasi dari kalangan pengungsi. Ketiga, ada demonstrasi soal lingkungan hidup. "Dari segi intelijen semua sudah disampaikan. Dari Menkopolkam juga sudah dipaparkan tiga hal itu harus diwaspadai."

Karena itu, kata Janzi, pihaknya menyesalkan adanya statemen dari berbagai pihak yang terkesan menyalahkan BIN terkait pengibaran bendera RMS di depan Presiden SBY. Lagi pula, menurut dia, BIN tidak memiliki kekuatan untuk melakukan eksekutor. "Kami hanya memberikan informasi. Polisi yang antisipasi," ujarnya.

BIN, ujarnya lagi, meminta kasus pembentangan bendera RMS oleh sekelompok penari cakalele itu diusut tuntas. "Pengamanan Presiden sendiri terdiri dari tiga ring. Ring Polri, TNI, dan Paspampres. Tiba-tiba kok bisa masuk anggota RMS. Ini pertanyaan besar," kata Jazi.

Kepolisian, katanya, harus bisa mengusut tuntas kasus ini, termasuk meminta pertanggungjawab penyusun acara sesi kesenian, yakni Walikota Ambon M Jopi Papilaja.

Siap Beri Sanksi

Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto dalam jumpa pers bersama Kapolri Jenderal Pol Sutanto, di Kantor Menko Polhukkam di Jakarta, Sabtu (30/6), menegaskan, dalam waktu dekat akan memberikan sanksi, termasuk pencopotan kepada pejabat keamanan yang dianggap paling bertanggung jawab atas kelalaian dalam insiden penyusupan simpatisan RMS ke dalam acara kenegaraan yang dihadiri Presiden.

Panglima TNI mengakui, penyusupan pihak RMS pada perayaan Harganas itu bisa berlangsung karena adanya ketidakcermatan, kelalaian, sikap tidak proaktif, dan tidak adanya inisiatif yang tinggi dari aparat keamanan di lapangan.

"Mohon maaf. Terus terang peristiwa itu sangat memalukan beliau (Presiden) di depan khalayak ramai," kata Djoko.

"Mengenai sanksi, bisa mutasi atau lainnya, tapi itu akan diumumkan dalam waktu dekat. Tidak akan lama. Dalam pekan ini juga," ujar Djoko. Sanksi itu, menurut Panglima TNI, harus diberikan agar menjadi pelajaran bagi aparat keamanan dalam menjalankan tugas pengamanan VVIP ke depan.

Sedangkan Kapolri menyatakan, Polri masih melakukan penyidikan dan Polda Maluku hingga kini sudah menahan 31 orang yang diindikasikan terlibat dalam penyusupan tersebut. "Harus dibedakan ini bukanlah terusan dari konflik yang lalu. Ini adalah gerakan separatis yang sudah direncanakan beberapa waktu sebelumnya," kata Sutanto.

Sedang Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin berpendapat, pengibaran bendera RMS di depan Presiden itu merupakan kesalahan pemerintah yang selama ini tidak bertindak tegas terhadap RMS. "Sikap pemerintah masih setengah hati, masih lembek. Pemerintah membiarkan RMS tetap hidup," katanya di sela acara wisuda di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sabtu (30/6).

Di tempat terpisah, mantan Ketua DPR Akbar Tandjung mengatakan peristiwa pengibaran bendera RMS di depan Presiden SBY di Ambon merupakan bukan hal yang biasa. "Kalau tarian cakalele yang dibawakan memang biasa, tapi aspirasi yang dibawa para penari itu yang jelas-jelas ingin memisahkan diri dari Indonesia di hadapan Presiden, itu tidak bisa dianggap hal yang biasa," kata Akbar.

Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar, di sela menghadiri kegiatan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), di Medan, Sabtu (30/6), mengatakan, penyusupan RMS itu merupakan salah satu bukti melemahnya negara. Sehubungan dengan itu, katanya, dalam waktu dekat DPR akan memanggil Menkopolkam, Kapolri, dan Kepala BIN.

 

Sementara Ketua Fraksi PAN DPR Zukifli Hasan, di Jakarta, kemarin, mengatakan, insiden penyusupan kelompok RMS itu menandakan kelompok separatis masih menjadi ancaman serius Negara Kesatuan RI (NKRI). (M Kardeni/Seno A/Ant/Djunaedi)

Sumber: http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=176528
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared:

Kategori

Berita Terpopuler