Parpol Baru Rawan Mati Mendadak
Author : Humas | Senin, 09 Mei 2011 | Suara Karya - Suara Karya
MALANG (Suara Karya): Keberadaan partai politik (parpol) baru akan rawan mati mendadak alias mudah berguguran karena sulit untuk mencapai ketentuan ambang batas perolehan kursi di parlemen (parliamentary thresshold).
Demikian kumpulan pendapat yang dikemukakan pengamat politik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Prof Masud Sa`id, dan pengamat politik Universitas Sumatera Utara (USU) Ahmad Taufan Damanik, yang disampaikan secara terpisah, di Malang, Jawa Timur; dan Medan, Sumut; kemarin.
"Saya rasa parpol-parpol baru, apalagi sempalan dari parpol besar sebelumnya, akan sulit menembus kursi parlemen dengan ketentuan parliamentary threshould," kata Prof Masud.
Menurut dia, secara teoretis, peluang parpol baru sangat sulit dan tak mudah seperti pemilu sebelumnya (2009). Apalagi dalam waktu dekat ini, juga akan muncul Undang-Undang (UU) Pemilu dan UU Parpol yang baru sebagai revisi UU sebelumnya.
Direktur ACICIS UMM ini mengemukakan, ketatnya berbagai persyaratan termasuk ketentuan parliamentary threshold yang menjadi 3 persen dari 2,5 persen pada Pemilu 2009, peluang parpol baru akan lebih sulit, apalagi parpol-parpol sempalan, seperti Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Nasional Republik (Nasrep), dan PKB Indonesia.
Hanya saja, tutur dia, apapun bisa terjadi dalam dunia politik. Peluang yang kecil akhirnya juga bisa menembus batas perolehan suara dan sebaliknya parpol besar yang diprediksi mampu mendulang suara cukup signifikan juga bisa jatuh.
Lebih lanjut, Masud mengatakan, kalau pada Pemilu 2009, parpol hanya wajib memiliki kantor cabang minimal 50 persen di masing-masing wilayah (provinsi), maka pemilu mendatang kewajiban itu akan lebih diperketat, bahkan akan melalui verifikasi lebih detail.
"Jumlah parpol yang terlalu banyak seperti sekarang ini memang perlu dipangkas (dikurangi) dengan aturan yang bisa memangkas secara alami, seperti menaikkan persentase perolehan suara yang mencapai ambang batas," katanya.
Menurut dia, paling tidak, pada pemilu mendatang hanya ada 15-20 parpol yang lolos bertarung memperebutkan kursi parlemen. Guru besar Ilmu Pemerintahan itu mengakui, dinaikkannya persentase ambang batas perolehan kursi di parlemen tersebut dipastikan akan memangkas sejumlah partai politik hingga 50 persen dari jumlah yang ada sekarang.
Ke depan, katanya, atau paling tidak pada saat Pemilu Legislatif 2014, aturan baru kenaikan persentase ambang batas perolehan suara tersebut, sudah diterapkan supaya lebih simpel dan tidak akan terjadi lagi kejadian-kejadian seperti sebelumnya, di mana parpol yang tidak lolos hanya berganti nama saja.
Sulit Bersaing
Sementara itu, pengamat politik Ahmad Taufan Damanik menilai, Nasional Demokrat (Nasdem) dan Nasional Republik (Nasrep) akan sulit bersaing dengan partai politik (parpol) besar yang sudah lebih dahulu eksis dalam peta perpolitikan di Tanah Air.
"Nasdem dan Nasrep akan sulit bersaing dengan parpol-parpol besar. Mereka mungkin hanya akan jadi `pengganggu` partai-partai kecil," ujar pengamat dari Universitas Sumatera Utara (USU) itu seperti dikutip Antara di Medan, Sabtu.
Parpol besar seperti Partai Golkar, dan PDI Perjuangan, menurut Taufan Damanik, hampir dipastikan tidak akan terancam dengan kehadiran Partai Nasdem dan Nasrep, sementera PKS memiliki massanya sendiri.
Ketika ditanyakan perihal perubahan Nasdem dari sekadar sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas) menjadi parpol, Taufan Damanik justru mengaku sudah memperkirakan sejak awal.
Menurut dia, sejak awal sudah terlihat tanda-tanda Nasdem pada akhirnya akan berubah bentuk menjadi parpol karena diisi tokoh lintas parpol yang cenderung "bermasalah" dengan parpol asal.
Ketika ditanyakan apakah para tokoh parpol itu tetap akan bertahan di Nasdem atau kembali ke parpol asal sekaitan dengan perubahan status tersebut, ia berpendapat semua itu tergantung kepentingan politik masing-masing.
"Semua itu tentu terpulang kepada para tokoh parpol itu sendiri, di mana mereka merasa lebih berpeluang untuk mencapai atau memenuhi kepentingan politik mereka. Kalau mereka merasa lebih berpeluang di Nasdem tentu akan bertahan, tapi kalau tidak pasti akan menarik diri. Ini hanya fenomena pragmatisme politik," katanya. (Andira/M Tampubolon)
Sumber: http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=278400
Shared:
Komentar