Parpol Tertentu Diduga Ikut 'Bermain' di Muktamar

Author : Humas | Selasa, 05 Juli 2005 | Suara Karya - Suara Karya

MALANG (Suara Karya): Partai politik (parpol) tertentu diduga sudah "bermain" di arena muktamar ke-45 Muhammadiyah di kampus III Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), bahkan parpol yang dimaksud sudah melakukan konsolidasi langsung kepada muktamirin (peserta muktamar).

"Ada partai tertentu yang sudah melakukan kiprah kuat kepada peserta muktamar dan kalau hal itu dibiarkan akan merusak demokrasi yang sudah berjalan di Muhammadiyah selama ini," kata Ketua DPD Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Ahmad Rofiq di Malang, Senin.

 

Menurut dia, parpol yang "bermain" itu juga akan merusak Muhammadiyah sebagai persyarikatan yang selama ini menjaga jarak yang sama dengan semua parpol. "Kalau jago yang diusung parpol itu menang tentu dia akan rajin bekerjasama dengan jago-nya di Muhammadiyah itu," katanya.

Namun, ia yakin jago yang diusulkan parpol itu tidak akan menarik minat muktamirin, karena pimpinan Muhammadiyah itu cerdas dan kritis, sehingga upaya politisasi Muhammadiyah akan selalu gagal di tengah jalan.

"Yang jelas, permainan parpol tertentu itu sangat membahayakan, karena permainan itu tidak hanya merusak proses demokrasi di dalam muktamar, tapi juga merusak masa depan Muhammadiyah itu sendiri," katanya.

Senada dengan itu, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Abdul Mu`thi mengatakan pihaknya memang menangkap indikasi masuknya parpol tertentu dalam muktamar, namun pengaruh dari permainan itu diyakini akan kecil saja.

"Muhammadiyah itu partai besar, karena itu parpol akan melihat sebagai organisasi yang potensial secara politis, karena itu kalau ada parpol yang bermain sebenarnya wajar. Jadi, masuknya parpol itu ada, meski dia masih malu-malu," katanya.

Ia menilai kiprah parpol itu diyakini kecil bagi peserta muktamar, karena orang Muhammadiyah tidak hanya terlibat dalam satu parpol, di antaranya Imam Sujak dari Aceh yang pengurus PAN, Hajriyanto Y Tohari, Malik Fadjar, dan Abbas yang pernah aktif di Golkar.

"Karena itu, pimpinan Muhammadiyah harus independen, karena Muhammadiyah secara institusi memang menjaga jarak yang sama dengan semua parpol," katanya.

Sebelumnya, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Amien Rais yang juga mantan Ketua Umum DPP PAN menegaskan bahwa dirinya bersikap netral dalam muktamar ke-45 Muhammadiyah di Malang.

"Saya netral, karena itu tidak benar kalau saya dikatakan sudah mengumpulkan beberapa pimpinan wilayah, sebab saya sendiri tinggal di hotel yang jauh dari sini," katanya.

Sementara itu, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah periode 2000-2005 membuat delapan kebijakan strategis untuk menjalankan program yang diamanatkan muktamar ke-44 tahun 2000 yang menitikberatkan pada terciptanya kualitas dan keunggulan SDM, amal usaha dan gerakan Muhammadiyah dalam pemberdayaan ummat. Hal ini dikatakan Sekretaris PP Muhammadiyah, Haedar Nasir, sewaktu membacakan laporan pertanggungjawaban PP Muhammadiyah dalam Muktamar ke-45 Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Dome, Malang, Senin.

Delapan kebijakan tersebut di antaranya revitalisasi kualitas dan keunggulan amal usaha Muhammadiyah, dinamisasi fungsi dan keteladanan kepemimpinan Muhammadiyah serta pemberdayaan peran dan kegiatan ranting Muhammadiyah.

"Untuk mewujudkan kebijakan tersebut, kami mengambil sejumlah langkah penting di antaranya menggerakkan amal usaha dan kegiatan Muhammadiyah yang berorientasi pada peningkatan kualitas seperti membatasi pendirian PT Muhammadiyah dan seleksi kualitasnya bagi yang mendirikan," kata dia.

Sementara itu, konsolidasi organisasi salah satunya dilakukan dengan menentukan sikap persyarikatan terutama yang menyangkut hal penting dan mendesak sesuai perkembangan nasional.

Kegagalan politik kader Muhammadiyah di Pemilu, menjadi pengalaman berharga dan tidak akan menjadi centang perenang persyarikatan.

Keputusan PP untuk mendukung Amien Rais dalam pemilihan Presiden 2004 merupakan tindak lanjut dari keputusan Tanwir Denpasar (Januari 2002) dan Makassar (Juni 2003).

Polemik Bank Persyarikatan Indonesia (BPI) juga didasarkan Muktamar 2000 yang salah satunya memutuskan bahwa Muhammadiyah harus segera melangkah menjadi gerakan ekonomi selain gerakan amal usaha.

 

PP Muhammadiyah mengakui, setelah dikaji oleh majelis ekonomi namun karena manajemen yang tidak amanah, kurang profesional dan minimnya pengalaman maka terjadi kegagalan. (Victor AS/Ant)

Sumber: http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=114086
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared:

Kategori

Berita Terpopuler