Muhammadiyah teridentifikasi sebagai organisasi modern yang santun dalam memperjuangkan amr maruf nahi munkar. Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Gerakan dakwah Islam, juga Gerakan tajdid (reformasi). Sejak awal berdirinya, kehadiran Muhammadiyah membuat banyak mata tertarik, hati bergidik takjub sebab memberikan pencerahan berkemajuan menuju masyarakat Islam yang sebenar-benarnya (MIYS). Banyak yang jatuh cinta dengan pergerakan Muhammadiyah, sehingga menjadi kader tidak terstruktur dan akhirnya mengamalkan ajaran yang diusung, melalui dakwah jamaah di masyarakat.
Agar lebih terfokus pada pengamalan pelaksanaan dakwah yang menjadi misi pokok persyarikatan, maka Muhammadiyah secara khusus sejak Muktamar ke-38 di Makasar tahun 1971 telah memperkenalkan model dakwah sebagai identitas dan ciri dakwah Muhammadiyah yang disebut gerakan Dakwah Jama’ah selain dakwah geliat melalui amal-amal usaha (AUM). Dakwah jamaah dapat disebut sebagai satu dari keistimewaan organisasi yang akan menginjak usia 110 tahun pada bulan November mendatang.
Rosyad Sholeh (2005 : 77), salah satu pendiri Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dalam bukunya Manajemen Dakwah Muhammadiyah menjelaskan aktivitas yang dilakukan oleh anggota atau kader Muhammadiyah dengan memberikan pencerahan di lingkungan tempat tinggal, serta dilakukan secara sukarela, tidak terstruktur (sementara) itulah dakwah jamaah. Hal ini lanjutnya harus dilakukan dari tingkat ranting. Jika kita melihat perubahan sosial yang bersifat dinamis maka gerakan dakwah pun harus bermertafosis menyesuaikan kebutuhan masyarakat, keder dan warga Muhammadiyah wajib hukumnya mampu menyelaraskan gerakan agar geliat senantiasa bermanfaat.
Penulis meyakini semakin banyak kader militan Muhammadiyah yang bergerak tanpa komando, namun memiliki semangat yang sama yakni berkemajuan. Ketua PP Muhammadiyah berujar, “Muhammadiyah itu seperti magnit, daya pikatnya luar biasa, karenanya banyak orang untuk terlibat didalamnya. (Nashir, 2015 : 41). Jauh sebelum itu Kiai Dahlan pernah berharap dalam untaian kata “Muhammadiyah sekarang ini lain dengan Muhammadiyah yang akan datang. Maka teruslah kamu bersekolah, menuntut ilmu pengetahun di mana saja. Jadilah guru, kembalilah ke Muhammadiyah, jadilah meester, insinyur dan lain-lain dan kembalilah kepada Muhammadiyah”.
Terbukti apa yang disampaikan Kiai Dahlan sebagai bentuk doa telah Allah ijabah dengan semakin banyaknya warga dan kader Muhammadiyah yang berpendidikan tinggi, berpengaruh di Republik ini. Selalu ada gerakan tajdid yang dilakukan oleh para kader Muhammadiyah, selalu tampak inovasi berkemajuan untuk umat, dengan tumbuh subur AUM di masyarakat.
Dalam beberapa momen pengajian yang diadakan PDM Kota Pontianak Kalimantan Barat misalnya, penulis dapat melihat semangat untuk menuntut ilmu agama sekaligus memberikan sumbangsih pada pergerakan Muhammadiyah sangatlah besar. Secara kontinu acara tersebut dilakukan dari pekan ke pekan, dengan jumlah stratifikasi sosial jamaah yang juga berjenjang.
Bangga menjadi bagian perjuangan dakwah Muhammadiyah adalah karakter warga Muhammadiyah. Gerakan tajdid atau pembaruan Muhammadiyah tidak lain merupakan sebuah cita-cita muslim sejati untuk mendapatkan ridha dan surga Allah. Identifikasi gerakan berkemajuan dan berkarakter Muhammadiyah secara terang benderang tampak sejak ia dilahirkan hingga fase perkembangan hingga saat ini. Ciri khas dari manhaj gerakan Muhammadiyah yang pada akhirnya menjadi keistimewaan membedakannya dengan gerakan-gerakan Islam lain (Nashir, 2019 : xv).
Hal tersebut sudah mandarah daging dalam khittah perjuangan gerakan dakwah Muhammadiyah. Pasang surut tekanan politik-praktis juga ikut mewarnai gerakan yang diusung oleh Muhammadiyah. Dalam suatu kesempatan di perkuliahan Al Islam dan Kemuhamadiyahan (AIK), guru besar Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Syamsul Arifin yang juga sebagai pembina AIK di salah satu Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (PTMA), terakreditasi unggul, pernah memberikan penjelasan tentang sebuah perjalanan yang tidak mudah, dan hal tersebut mampu dilewati Muhammadiyah. Ia mengutip Rhenald Kasali dalam Re Code Your Change DNA, bahwa organisasi pun juga memiliki fase atau “nyawa” ketahanan sehingga ia bisa besar, dewasa, berkontribusi dan akhirnya mati. Tetapi Muhammadiyah berbeda, deru ombak semakin membuatnya tangguh dan berdaya. Tidak saja di Indonesia tapi juga diberbagai negara belahan dunia yang disebut Muhammadiyah cabang istimewa.
Amalia Irfani, Mahasiswa Doktoral Sosiologi UMM