MALANG, Suara Muhammadiyah – Kurban tidak hanya memiliki nilai religiusitas saja, tapi juga makna sosial yang dalam. Hal itu disampaikan Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Prof. Dr. Syamsul Anwar, M.A. pada khutbah Idul Adha di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sabtu (9/7) lalu. Pada momen ini, Syamsul mengatakan bahwa umat muslim tidak boleh menganggapnya sebagai ritual ibadah semata. Lebih dari itu juga bertujuan untuk memperkokoh iman dan memantapkan integrasi spiritual dan moral.
Sementara tujuan sosial dari kurban ialah menumbuhkan cinta solidaritas dan penerimaan terhadap orang lain. Bagaimana umat muslim mau mengorbankan diri sendiri untuk kemaslahatan bersama.
“Rasulullah pernah bersabda bawah tidak sempurna keimanan seseorang sebelum ia mencintai orang lain seperti ia mencintai dirinya sendiri. Kalau kita lihat, perintah pelaksanaan kurban di surat Alkautsar juga disandingkan dengan kata salat. Berarti, ritual ibadah saja masih belum cukup. Perlu adanya kebijakan keterlibatan sosial di masyarakat,” katanya.
Syamsul, sapaan akrabnya melanjutkan bahwa meski peradaban Islam sudah berumur hampir 1500 tahun, namun belum ada sistem penanggalan yang satu. Hal ini tidak jarang mengakibatkan perbedaan tanggal untuk beribadah. Seperti awal puasa, waktu salat Idul Fitri hingga Idul Adha.
“Hal ini terjadi bukan hanya karena perbedaan pendapat fiqh saja. Sebagian menganut rukyah, sebagian lainnya menganut hisab. Lebih jauh juga terjadi karena faktor alam itu sendiri seperti letak geografis. Semakin ke timur, semakin kecil kemungkinan rukyah. Sebaliknya, semakin ke barat semakin besar pula peluang untuk rukyah,” tambahnya.
Menurutnya, secara teknis sistem penanggalan bukan tidak bisa disatukan. Namun ada perbedaan lain yakni terkait pandangan persatuan tanggal. Ada yang menekankan persatuan secara lokal, adapula yang menekankan persatuan penanggalan secara global.
Syamsul mengatakan bahwa penyatuan ini memang membutuhkan waktu perenungan yang tidak singkat. Maka, masyarakat harus bijak menanggapinya dengan baik. Tidak ada pilihan lain selain meingkatkan toleransi antar umat beragama.
Di sisi lain, Rektor UMM Dr. Fauzan, M.Pd. menuturkan bahwa Idul Adha akan terus datang setiap tahun dan tak akan berubah. Yang dituntut untuk berubah adalah umat muslim. Salah satunya dengan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
Menurutnya, hal itu akan membuat hidup dan keimanan seorang muslim bisa lebih dinamis. Tidak terjebak di wilayah statis. “Mari kita petik banyak pelajaran dari kisah Ibrahim dan Ismail. Yakni tentang pengorbananan yang tidak hanya untuk diri sendiri dan keluarga saja. Tapi juga untuk kepentingan agama, nusa, dan bangsa,” ungkapnya mengakhiri. (diko)