Anak-anak muda menunjukan stylenya dalam Citayam Fashion Week. Foto instagram @aep_008
Stasiun Dukuh Atas, di Jakarta Selatan tengah menjadi sorotan netizen lantaran area tersebut menjadi tongkrongan anak-anak muda yang tinggal di kawasan Citayam, Bojonggede, Depok, Bekasi, dan sekitarnya.
Gaya anak-anak muda yang beragam dan unik serta nyentrik ini tengah mencuri perhatian para content creator sehingga viral di media sosial dan membuat netizen memberikan nama berupa “Citayam Fashion Week”.
Tentunya, viralnya “Citayam Fashion Week” banyak mengundang komentar beragam dari warganet. Beberapa mengapresiasi kreatifitas dan keberanian diri para anak-anak muda tersebut untuk mengekspresikan diri, namun adapula yang memberikan komentar miring dan menganggap fenomena tersebut memberi dampak buruk.
Menanggapi hal tersebut, Luluk Dwi Kumalasari Dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) pada Radio Suara Surabaya, Rabu (13/7/2022) malam mengatakan, jika aksi para anak muda tersebut sehingga viral sejatinya sah-sah saja. Selain itu, yang menjadi persoalan adalah masyarakat pasti berkomentar jika melihat sesuatu yang viral.
“Pasti ada positif dan negatif (komentar), dan itu sudah pasti wajar. Selain itu, para anak-anak muda juga harus mendapatkan pembinaan dari aktor-aktor (influencer) demi masa depan mereka,” ujarnya.
Di era modern ini, kata Luluk, mau tidak mau kita harus berinteraksi dengan media sosial. Namun, harus cerdas karena sosial media bersifat publik (diakses semua kalangan).
“Di Citayam itu ada yang menyebut budaya hedonisme (menyenangkan diri sendiri). Itu benar karena mereka di sana berusaha mengekspresikan dirinya sendiri, dan di situ bisa muncul kreatifitas,” ungkapnya.
Luluk juga berharap, agar masyarakat tidak terburu-buru berfikiran negatif terhadap fenomena serupa “Citayam Fashion Week”. Jika busana yang dikenakan para anak-anak muda di “Citayam Fashion Week” tidak sesuai dengan budaya Indonesia yang ketimuran, maka lebih baik jika diberikan arahan dan edukasi, bukan malah di anggap negatif begitu saja.
“Jangan menghalangi kreatifitas mereka membuat konten di media sosial, karena bisa saja mereka dapat uangnya dari situ,” jelasnya.
Menanggapi Citayam Fashion Week, Belinda Konseptor Busana Malang pada Radio Suara Surabaya menyebut, jika anak-anak muda tersebut sudah sangat keren karena berani membawa identitas diri lewat pakaian yang dipakai.
“Meskipun kesan norak kadang masih ada, seperti menabrakan segala sesuatu tanpa ada fashionnya. Tapi sekali lagi itu tetap masuk ranah style. Fashion style itu jadi sesuatu yang bisa ditunjukkan tanpa perlu berteriak (bersuara),” ungkapnya.
Sementara itu, Gerak Samudera dari Pemuda Berkain Surabaya dalam kesempatan yang sama menjelaskan, jika fenomena “Citayam Fashion Week” seharusnya diapresiasi.
“Sekilas jujur saya senang karena anak-anak muda di Indonesia sudah aware (peduli) dengan penampilan mereka, dan mengekspresikan dirinya lewat fashion,” ucapnya. (bil/ipg)