Kembali ke Tradisi Membaca Referensi

Author : Humas | Rabu, 25 April 2012 20:43 WIB | Surya - Surya

oleh: Muhammad Rasyid Ridho
(Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang)

Menjadi penulis memang harus sabar. Bersabar menjalani proses, sabar mencari referensi, sabar ketika buku tak laku, sabar, sabar dan sabar. Ketika berniat berjuang di dunia literasi, ia pun harus menerima konskuensi yang akan didapatkannya. Membuat tulisan yang baik penulis butuh acuan atau referensi dari penulis-penulis pendahulu. Hal itu bukan sekadar embel-embel tulisan berbobot, tetapi memang begitulah inspirasi ada berkat membaca dan tentu penulis masa sekarang membaca karya penulis-penulis sebelumnya. 

Berbincang dengan ustadz Sholikhin Abu Izzudin penulis buku Zero To Hero, beliau berkata, untuk menjadi penulis harus kembali mentradisikan membaca karya-karya monumental ulama penulis terdahulu. Kalau misalnya menulis artikel atau buku merujuk pada buku karangan Syaikh ‘Aidh Al Qarni, akan lebih baik membaca dan merujuk dari buku-buku rujukan ‘Aidh Al Qarni dalam menulis buku tersebut. Dengan itu akan lebih tahu dan terbuka wawasan wacana kita. Sayang tradisi tersebut sangat jarang dilakukan penulis saat ini. Mereka lebih memilih karya-karya penulis senior yang masih dekat jaraknya dengannya agar lebih mudah memahami. Namun yang dihasilkan tentu tak maksimal. 

Memang jika kita langsung merujuk pada karya ulama-ulama terdahulu tulisannya perlu memahami beberapa kali, tetapi dengan itu hasil karya kita pun akan lebih berisi nantinya. Dalam sesi wawancara Sinta Yudisia penulis novel best seller seperti The Road To The Empire pun mengatakan, hal yang banyak dia korbankan untuk menulis adalah mencari referensi, yang terkadang mahal, sulit mencarinya, belum lagi membaca dan menelaah karya tebal-tebal yang kadang membosankan. Referensi memang menjadi salah satu prioritas bagi penulis yang ingin menghasilkan karya yang baik.

Sekali lagi menjadi penulis memang membutuhkan energi kesabaran yang ekstra. Karena memang menjadi penulis itu perjuangan, maka ada sebuah konskuensi yakni harus siap berkorban. Sejatinya, perjuangan adalah kumpulan dari pengorbanan yang diusahakan agar tercapai puncak perjuangan yang diinginkan. Kalau mau menjadi penulis yang baik, maka mari mulai mentradisikan membaca buku-buku rujukan penulis monumental.

Sumber: http://surabaya.tribunnews.com/index.php/2012/04/25/kembali-ke-tradisi-membaca-referensi
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared:

Kategori

Berita Terpopuler