Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) angkatan 2020 mengikuti kuliah pakar 'Jurnalisme Digital dan Politik Indonesia Menjelang 2024' di aula BAU, Senin (21/11/2022). Sebagai pembicara adalah Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional Dewan Pers, Dr Agus Sudibyo.
SURYAMALANG.COM|MALANG-Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) angkatan 2020 mengikuti kuliah pakar "Jurnalisme Digital dan Politik Indonesia Menjelang 2024" di aula BAU, Senin (21/11/2022). Sebagai pembicara adalah Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional Dewan Pers, Dr Agus Sudibyo.
"Ada mata kuliah jurnalisme dan ekonomi politik media. Biasanya untuk mata kuliah tertentu kita mendatangkan pakar untuk memberikan materi. Mahasiswa yang ikut dua mata kuliah ini mengikuti kegiatan inj," jelas Nasrullah pada suryamalang.com.
Dikatakan, materi yang disampaikan tentang digitalisasi media ini terkait dengan isu yang terkait dengan politik kebudayaan dan isu lain.
Ia ingin agar mahasiswa punya kepekaan yang tinggi menyaring hoaks dan konten negatif. Sedang Agus menyatakan teknologi informasi berperan dalam komunikasi.
"Maka mahasiswa harus jadi agen literasi digital khususnya menjelang pemilu 2024
Gerakan seperti ini akan lebih efektif jika dimulai dari individu. Satu mahasiswa minimal bisa mengedukasi di lingkungan keluarga," kata Agus.
Namun memang ada kendala pada milenial terutama minat pada politik kurang. Sebab mereka lebih suka menggunakan menggunakan teknologi untuk sesuatu yg kreatif dan rekreatif.
"Tetapi mereka tidak cukup tertarik menggunakan media sosial untuk berdiskusi tentang politik. itu karakter generasi milenial
Padahal mereka punya potensi untuk jadi agen perubahan," jelasnya. Tapi mereka ingin tetap berpartisipasi dalam politik, tetapi konsen mereka bukan pada itu.
"Positifnya mereka tidak mudah terombang ambing atau tidak partipasan. Tapi ada negatifnya," paparnya. Akhirnya mereka menjadi swing voter. Padahal jumlah anak muda mencapai 50 persen. Dalam acara itu ia juga mengingatkan biasanya menjelang pemilu akan grup-grup percakapan pro calon tertentu.
"Sudah ada belum sekarang?" tanyanya. Mahasiswa menjawab belum. Ia memperkirakan tahun depan mungkin ada. "Jika teman-teman aktif berkomentar, maka akan terseleksi ke google tentang pilihan politik kita," jelas dia. Ini sama halnya jika kita googling sesuatu di gadget selama tiga hari.
Maka hari kelima akan muncul di media sosial menawarkan produk-produk itu. "Mereka mengikuti kita seperti apa dan memprofilkan serta membidik konten-konten. Ini terjadi pada bisnis dan politik," papar pria berkacamata ini. Maka terkait pilihan pada 2024, ia menyarankan mahasiswa membaca sebanyak-banyaknya.
Media sosial bisa menjadi info namun bandingkan dengan apa yang ditulis di media massa. "Soal piIihan calon, banding-bandingkan. Tidak ada pemimpin politik yang sempurna. Jadilah netizen yang bijak dan mencerahkan," katanya. Ia juga menyarankan kelak mahasiswa jangan golput.
"Memang itu hak. Tapi alangkah baiknya aktif memilih pemimpin yang baik. Mari cari informasi sebanyak-banyaknya," pungkasnya.