Mahasiswa Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menciptakan alat pengukur kualitas udara. Alat ini akan memberikan notifikasi ke komputer dan ponsel lewat aplikasi serta email tentang kualitas udara secara realtime. Selain itu mampu mengukur kadar oksigen, karbondioksida, karbon monoksida, ammonium, suhu, serta kelembapan udara secara realtime.
SURYAMALANG.COM, MALANG - Mahasiswa Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menciptakan alat pengukur kualitas udara. Alat ini akan memberikan notifikasi ke komputer dan ponsel lewat aplikasi serta email tentang kualitas udara secara realtime.
Selain itu mampu mengukur kadar oksigen, karbondioksida, karbon monoksida, ammonium, suhu, serta kelembapan udara secara realtime.
Taris Fakhran Hawarai, koordinator tim UMM itu mengungkapkan, alat pengukur kualitas udara ini menggunakan pemrograman fuzzy logic sebagai pemberi keputusan. Dengan begitu, alat bisa memberikan keputusan apakah udara tersebut baik atau tidak dengan menggunakan indikiator standar internasional.
“Setidaknya terdapat 27 aturan fuzzy yang nantinya akan memproses sensor mq135. Dari situ kita bisa mendeteksi kadar dari karbon monoksida, karbon dioksida, dan ammonium yang terdapat di lokasi," jelas Taris dalam rilis humas UMM, Kamis (20/7/2023). Ditambahkan, indeks kualitas udara yang ada mulai dari taraf baik, sedang, hingga buruk.
"Selanjutnya, alat tersebut memberikan notifikasi pada aplikasi Blink yang ada pada ponsel serta komputer dan juga memberikan pesan via email,” sambungnya. Alat itu sudah diuji di berbagai lokasi di Kota Malang, termasuk kawasan JL Bandungan Sigura-gura. Sedang untuk keakuratan dari alat itu mencapai 90 persen dengan membandingkan alat tersebut dengan alat-alat pendeteksi udara yang ada.
Serta membandingkan data realtime suhu dan kelembapan udara dari BMKG. “Sejauh ini, tingkat kesalahannya kurang dari 10 persen. Sementara jika dibandingkan dengan data kelembapan serta suhu di BMKG, hanya memiliki selisih lima persen saja,” imbuh Taris. Untuk pengoperasiannya, alat itu menggunakan daya lima volt atau menggunakan baterai litium untuk menghidupkannya.
Sedang biaya produksi pembuatan alat itu mencapai Rp 500.000. Dikatakan, alat itu akan dikembangkan dengan membuat website khusus yang dapat diakses bebas oleh masyarakat umum serta berencana membuat lebih banyak titik penempatan alat agar memperluas jangkauan.