Ada tari-tarian saat pembukaan seminar internasional yang memabahas masalah lingkungan di UMM, Jawa Timur.
HAL ITU disampaikan Assisten Deputi Kajian Dampak Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup, Ir. Ary Sudjianto, M.S.E, saat menjadi pembicara dalam International Conference on Humanities and Social Science (ICHSoS) yang diselenggarakan Fakultas Ekonomi dan Bisnis dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Jawa Timur, Sabtu (02/07/2022) siang.
“Kebijakan lingkungan yang diambil pemerintah harus didukung banyak pihak. Tidak hanya terbatas oleh para ilmuwan atau proses produksi dari hulu ke hilir, namun juga didukung dengan kepedulian terhadap lingkungan. Implementasi kebijakan lingkungan hidup yang kami usahakan memuat beberapa variabel. Di antaranya, Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+), indigenous community, dan pembatasan distribusi kayu. Semua itu kami lakukan dalam rangka menjaga keberlanjutkan ekosistem lingkungan hidup. Saya rasa, ICHSos yang mengangkat tema environmental issues and social inclusion in sustainable era ini bisa memberikan sumbangsih dari para akademisi,” katanya.
Di sisi lain, Wakil Rektor I UMM, Prof. Dr. Syamsul Arifin, M.Si, menjelaskan, selain mengangkat isu lingkungan, ICHSoS juga bertujuan untuk memperluas hasanah penelitian. Di samping itu juga sebagai upaya mnejaga atsmosfer akademik di kampus. “Semoga konferensi ini bisa terus berlanjut di tahun-tahun mendatang agar mampu memberikan sumbangsih pemikiran serta inovasi solutif untuk permasalahan yang ada,” harapnya.
Konferensi yang dilangsungkan secara luring terbatas dan daring ini dihadiri pembicara dan pakar internasional. Di antaranya, dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI dan Institut Penelitian Kehutanan Ghana. Turut hadir para akademisi dari dari Malaysia dan Indonesia.
Jewel Andoh, Ph.D, peneliti Institut Kehutanan Ghana, memaparkan tentang REDD+ yang diadopsi Pemerintah Ghana dalam mengurangi polusi. REDD+ adalah langkah-langkah yang didesain menggunakan insentif keuangan untuk mengurangi emisi dari gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan.
“REDD+ juga mencantumkan peran dari konservasi, manajemen hutan yang berkepanjangan, dan peningkatan stok hutan karbon. Skema ini akan membantu menurunkan tingkat kemiskinan dan mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Proses penerapan REDD+ menitikberatkan pada keterlibatan para pemangku kepentingan. Suara dari masyarakat, penduduk asli dan komunitas tradisional harus dijadikan pertimbangan untuk memastikan hak mereka yang tinggal di dalam dan sekitar hutan,” tambah Jewel.
Sedangkan pembicara dari UMM, Dr. Tri Sulistyaningsih, M.Si, membahas tentang manajemen aliran sungai terintegrasi bisa mengambil peran dalam menangani isu lingkungan. Berdasarkan hasil riset yang ia lakukan, pemerintah pusat mempunyai peran dominan dibandingkan dengan pemerintah daerah dalam manajemen daerah aliran sungai. Selain itu terdapat kebijakan yang tumpang tindih dari pemerintah pusat dan agensi dalam manajemennya.
“Dalam membahas isu lingkungan, manajemen daerah aliran sungai yang terintegrasi sangat dibutuhkan. Khususnya untuk ekonomi, sosial, budaya dan konservasi lingkungan. Keberlanjutan sistem sosial ekologi bergantung pada keterlibatan dari pemerintah dan berbagai stakeholder yang terlibat di dalamnya, ” tuturnya. (div/mat)