ERA media sosial didefinisikan sebagai era dengan kondisi orang-orang yang sudah terintegrasi dengan media sosial. Maksud terintegrasi di sini bukan hanya seberapa banyak orang yang menjadi pengguna media sosial di suatu negara, namun makna terintegrasi di sini adalah seluruh kehidupan masyarakat yang sudah masuk ke dalam media sosial, bahkan identitas mengenai penggunanya secara sadar atau tidak, sudah tertera di media sosial.
Jika menggunakan konteks yang lebih kritis, era media sosial adalah era ketika media sosial telah mengontrol setiap sendi kehidupan manusia. Ketika data-data di media sosial tersebut digunakan oleh pihak ketiga untuk kepentingan dan keuntungan pihak-pihak tertentu saja, yang salah satunya sedang banyak terjadi di dunia politik. Penggunaan informasi yang salah sebagai salah satu sarana persuasi mendominasi pemikiran dan mempengaruhi opini publik.
Bagaimana media sosial telah mengubah lanskap politik, dari urusan yang paling sederhana, sampai yang paling rumit dan kompleks. Sederhananya, media sosial telah memberikan ruang untuk masyarakat bertemu dan berdiskusi langsung dengan pemilihnya. Media sosial telah memudahkan kampanye, karena bebas iklan dan tingkat keviralan akan lebih besar. Media sosial juga dapat menjadi tempat yang lebih mudah untuk mencari dana kampanye. Yang lebih kompleks, media sosial dapat menjadi alat untuk mengubah opini publik tentang seorang kandidat politik atau bahkan dapat mengubah peta persaingan, karena kesetaran dan kekuatan masyarakat begitu kuat di media sosial. Kontrol masyarakat terhadap politisi jauh lebih kuat di era media sosial ini.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, media sosial telah menjadi platform yang turut mempengaruhi masyarakat dalam mengambil keputusan politik. Mudahnya penyebaran informasi melalui internet membuat orang-orang yang berkepentingan dalam bidang politik berlomba-lomba menarik simpati masyarakat dengan melakukan persuasi dalam pembuatan berita yang akan disebarkannya.
Beberapa informasi yang disebarkan tentunya dibuat untuk menguntungkan salah satu pihak, dan pada akhirnya tidak bersifat objektif, sehingga akan menggiring opini publik sesuai dengan yang diinginkan pembuat informasi tersebut. Dengan semakin banyaknya berita manipulatif (hoax) yang beredar di media sosial, semakin banyak pula opini politik yang terbentuk dalam masyarakat, sehingga pada akhirnya dapat mempengaruhi keputusan politik mereka.
Namun dari segala perubahan dalam lanskap politik, tidak ada yang seberpengaruh bagaimana media sosial telah menjadi wadah paling mudah untuk mengaburkan mana yang benar dan mana yang salah. Media sosial menjadi wadah yang begitu kuat untuk satu agenda politik menciptakan kebenaran-kebenarannya sendiri. Banyak sekali politisii yang berhasil memenangkan kontes elektoral dengan menggunakan media sosial sebagai senjata utamanya, meskipun argumentasi dan data yang disebarkan melalui media sosial mereka belum tentu valid, bahkan tidak bersumber.
Media sosial merupakan pisau dua arah untuk demokrasi dan perpolitikan di suatu negara, tak terkecuali di Indonesia. Menjelang Pemilu serentak 2024 nanti, media sosial pun akan menjadi wadah yang paling menentukan seperti apa hasil dari Pemilu tersebut. Sampai saat ini kekuatan media sosial sudah memperlihatkan taringnya.
Contohnya, seperti yang sekarang ramai dibicarakan masyarakat adalah tentang pencalonan presiden 2024, yaitu persaingan antara Ganjar Pranowo, Prabowo, dan Anies Baswedan. Hasil survei terbaru Ganjar Pranowo unggul jauh dari Prabowo dan Anies Baswedan. Ganjar Pranowo yang dikantongi dukungan penuh menuju Pilpres 2024 mendatang. Dari sini saja sudah diketahui bahwa informasi formal bisa sangat ramai pada media sosial. (*)