Pro Kontra Wacana Pilkada oleh DPRD, Begini Solusi Dosen UMM

Author : Humas | Selasa, 24 Desember 2024 09:15 WIB | tagar.co - tagar.co

Tagar.co – Wacana pemilihan kepala daerah (pilkada) oleh DPRD kembali mengemuka dan memicu perdebatan publik. Sistem ini dinilai lebih efisien dari segi anggaran, namun di sisi lain muncul kekhawatiran akan tergerusnya nilai-nilai demokrasi.

Dr. Sholahuddin Al-Fatih, M.H., dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), menyorot isu ini dari perspektif hukum dan tata negara.

“UUD 1945 tidak secara eksplisit mengatur mekanisme pilkada, baik melalui pemilihan langsung maupun oleh DPRD. Keduanya dimungkinkan sepanjang prosesnya demokratis,” ujar Sholahuddin.

Ia menegaskan demokrasi tidak selalu identik dengan pemilihan langsung, tetapi dapat diwujudkan melalui sistem perwakilan di DPRD.

Efisiensi anggaran menjadi salah satu alasan utama pendukung Pilkada oleh DPRD. Sholahuddin menjelaskan bahwa Pilkada langsung membutuhkan biaya yang sangat besar, mulai dari pencetakan surat suara, distribusi logistik, hingga kampanye.

“Di daerah dengan PAD (pendapatan asli daerah) rendah, biaya pilkada bisa menyedot lebih dari setengah pendapatan daerah, padahal dana tersebut seharusnya dialokasikan untuk pembangunan,” tambahnya.

Sholahuddin menyoroti potensi konflik yang kerap terjadi dalam pilkada langsung, terutama di daerah rawan seperti Papua. “Pemilihan oleh DPRD dapat meminimalisir konflik horizontal karena pemilihnya terbatas pada anggota DPRD,” ungkapnya.

Meskipun demikian, dia mengakui pilkada oleh DPRD tidak lepas dari kritik. “Ada kekhawatiran munculnya praktik politik uang di kalangan DPRD. Namun, hal ini perlu diuji melalui mekanisme yang transparan,” tegasnya, dikutip dari siaran pers Huma UMM yang diterima Tagar.co, Senin (23/12/244) siang.

Dia lalu mengusulkan solusi alternatif berupa sistem campuran. Daerah dengan indeks pembangunan manusia (IPM) tinggi dan indeks kerawanan demokrasi rendah dapat tetap menerapkan pilkada langsung. Sebaliknya, daerah dengan tingkat kerawanan tinggi dapat menggunakan sistem pemilihan oleh DPRD.

“Malaysia dan India telah menerapkan sistem serupa. Di Malaysia, pemilihan oleh parlemen lokal dinilai berhasil karena tingkat homogenitas masyarakatnya. Namun, sistem ini perlu dikaji lebih dalam mengingat karakteristik masyarakat Indonesia yang beragam,” jelas dosen asal Gresik tersebut.

Sholahuddin menyimpulkan pilkada oleh DPRD menawarkan efisiensi anggaran dan potensi mengurangi konflik. Namun, tantangannya adalah menjaga nilai-nilai demokrasi dan mencegah praktik korupsi. “Dengan regulasi yang tepat dan pendekatan yang fleksibel, sistem ini dapat menjadi solusi bagi beberapa daerah tanpa mengorbankan prinsip demokrasi,” ujarnya. (*)

Penyunting Mohammad Nufatoni

Sumber: https://tagar.co/pro-kontra-wacana-pilkada-oleh-dprd-begini-solusi-dosen-umm/
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared:

Kategori