Resolusi tahun baru sering gagal? Target yang tidak realistis dan kurangnya sistem pendukung menjadi biang keladi utama gagalnya sebuah resolusi.
Tagar.co – Semangat tahun baru identik dengan resolusi. Banyak orang berbondong-bondong menyusun daftar target dan harapan baru yang ingin dicapai. Namun, tak jarang resolusi tahun baru hanya bertahan seumur jagung dan berakhir menjadi sekadar wacana. Mengapa hal ini sering terjadi?
Dosen Psikologi Sosial Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dr. Yuni Nurhamida, S.Psi., M.Si., mengungkapkan beberapa faktor penyebab gagalnya resolusi tahun baru. “Seringkali seseorang membuat resolusi secara impulsif, tanpa perencanaan yang matang. Banyak juga yang hanya ikut-ikutan tren atau Fear of Missing Out (Fomo), tanpa mempertimbangkan kemampuan dan kapasitas diri,” jelas Yuni, dikutip dari siaran pers Humas UMM, Rabu (8/1/25).
Lebih lanjut, Yuni memaparkan bahwa target yang tidak realistis dan kurangnya sistem pendukung menjadi biang keladi utama gagalnya sebuah resolusi. “Resolusi yang terlalu muluk-muluk dan tidak diimbangi dengan langkah-langkah konkret akan sulit untuk diwujudkan,” tambahnya.
Lantas, bagaimana agar resolusi tahun baru tidak hanya menjadi angan-angan belaka? Yuni membagikan beberapa tips jitu. Pertama, lakukan evaluasi diri. Kenali kekuatan, kelemahan, peluang, dan kapasitas diri, baik secara finansial, kemampuan personal, maupun dukungan psikologis dari lingkungan sosial.
Kedua, tetapkan tujuan yang spesifik dan realistis (reachable). “Jangan hanya terpaku pada hasil akhir, tapi juga fokus pada proses. Pecah target besar menjadi langkah-langkah kecil yang lebih mudah dicapai,” ujar Yuni.
Ketiga, susun rencana yang sistematis. Pemetaan target, timeline, dan aktivitas yang terarah akan sangat membantu dalam mewujudkan resolusi. “Buat tahapan yang jelas dan terukur, sehingga progresnya bisa dipantau secara berkala,” sambungnya.
Yuni menekankan bahwa transformasi diri membutuhkan komitmen dan konsistensi yang tinggi. “Perubahan besar dimulai dari hal-hal kecil yang dilakukan secara disiplin hingga menjadi kebiasaan,” tegasnya.
Peran lingkungan dan pemanfaatan teknologi juga tak kalah penting. “Lingkungan keluarga dan pertemanan yang positif akan memberikan dukungan moral, informasi, dan pengakuan yang dibutuhkan. Sebaliknya, tanpa dukungan yang memadai, proses transformasi diri akan sulit terwujud,” papar Yuni.
Di era digital ini, pemanfaatan media sosial secara bijak juga dapat mendukung tercapainya hal itu. “Pilih circle pertemanan yang positif dan gunakan media sosial untuk mencari informasi dan motivasi yang relevan dengan resolusi Anda,” saran Yuni.
Sebagai penutup, Yuni mengingatkan resolusi merupakan hal yang positif dan boleh dilakukan kapan saja, tidak hanya pada momen tahun baru. “Perencanaan adalah ikhtiar kita sebagai manusia. Namun, kita juga harus berserah diri kepada Allah SWT dan bersiap dengan berbagai kemungkinan yang terjadi di luar kendali kita. Bersikap terbuka terhadap opsi alternatif adalah salah satu cara untuk mengantisipasinya,” ujarnya. (*)
Penyunting Mohammad Nurfatoni