Pengamat militer Dr Salim Said, Sabtu dua pekan lalu dikukuhkan sebagai guru besar pada Fakultas Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Jawa Timur. Di hadapan sivitas akademika UMM, sarjana sosiologi lulusan Universitas Indonesia ini menyampaikan orasi ilmiah berjudul "Sistem Kami Tidak Mengenal Perbedaan Antara Sipil dan Militer: Beberapa Catatan tentang Usaha Penegakan Supremasi Sipil di Indonesia".
Menurut Salim, hegemoni militer yang sangat kentara di zaman Orde Baru sempat pudar di masa B.J. Habibie. Namun, ketika kursi presiden diduduki Megawati, tentara kembali terjun ke kancah politik. "Selain tidak ingin bermusuhan dengan tentara, Megawati memang tidak mempunyai konsep yang jelas dalam mengurus tentara," kata Salim.
Salim tak kuasa menahan haru ketika mengenang kedua orang tuanya yang telah meninggal. "Hari ini saya menjadi orang terhormat karena pendidikan yang ditanamkan orang tua saya sejak kecil. Alangkah bahagianya jika ayah saya dan ibu saya yang buta huruf bisa hadir di dalam ruangan yang terhormat ini," ujar pria kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan, 10 November 1943, ini.
Acara pengukuhan Salim Said dihadiri sejumlah tokoh sipil dan militer, antara lain Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan dan Keamanan Letnan Jenderal Sjafrie Sjamsoeddin, Letnan Jenderal (Purn.) Suaidy Marasabessy, Mayor Jenderal TNI Soeharto, A.M. Fatwa, Permadi, dan Alvin Lie.
Sempat mengajar di beberapa perguruan tinggi di Jakarta, Salim Said menjadi dosen luar biasa Universitas Muhammadiyah Malang sejak 2000. Ia juga sempat menjadi dosen tamu di beberapa perguruan tinggi mancanegara. Pada 2001, ia menjadi profesor tamu di Ohio University, Athens, Ohio, Amerika Serikat.
Awal 1965, Salim muda yang risau dengan dominasi komunis saat itu, sempat menjadi wartawan di harian Angkatan Bersenjata. Ketika itu sebagian besar media massa dikuasai Partai Komunis Indonesia dan onderbouw-nya. Setahun kemudian, bersama Goenawan Mohamad dkk, Salim ikut mendirikan majalah berita mingguan ini, Tempo.
Setelah meraih gelar sarjana sosiologi di Universitas Indonesia pada 1976, empat tahun kemudian, ayah satu anak ini menggondol gelar magister hubungan internasional dari Ohio University, Amerika Serikat. Pada 1985 ia meraih gelar doktor ilmu politik di perguruan tinggi yang sama dengan disertasi berjudul "Sejarah dan Politik Tentara Indonesia".
"Presiden merespons dan masih merasa bahwa setelah sekian lama belum terlalu memuaskan hasilnya." Menteri Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi dalam keterangan pers seusai pertemuan Tim Pencari Fakta Kasus Munir dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di kantor presiden, Rabu pekan lalu, tentang lambannya pengungkapan kasus kematian Munir.
"Tidak pernah disampaikan ke saya secara jelas. Dengar samar-samar, pernah, tapi tidak jelas." Ketua Komisi Pemilihan Umum Nazaruddin Sjamsuddin, Kamis pekan lalu, tentang rencana penyuapan terhadap Khairiansyah, auditor Badan Pemeriksa Keuangan, oleh Mulyana Wira Kusumah.
"SBY-JK seharusnya mulai merombak tim ekonominya." Drajad H. Wibowo, anggota tim Indonesia Bangkit, mengenai kekisruhan sesama anggota tim ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu, di Jakarta, Senin pekan lalu.