Mujahidin, Mahasiswa Doktor Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang
TIMESINDONESIA, MALANG – Religiusitas merupakan keberagamaan yang meliputi berbagai macam sisi yang bukan hanya ketika seseorang melakukan ibadah, tetapi juga ketika melakukan aktivitas lain dalam kehidupan sehari-hari baik secara individu maupun sebuah kelompok. Tak terkecuali Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) dimana realitas keagamaan yang terwujud dalam kepribadian hidup sehari-hari pengurus LKSA Payamuba sangat bagus dan bisa dikatakan telah mengimplementasi tata nilai ajaran agama Islam. Sehingga tata nilai ini berkembang menjadi standar normatif dalam kehidupan pengurus/pengasuh LKSA
Tertarik akan religiusitas yang ada pada LKSA Panti Asuhan Yatim Piatu Muhammadiyah Babadan/PAYAMUBA Kabupaten Ponorogo, Mujahidin yang merupakan salah satu mahasiswa Doktor Sosiologi UMM mengangkat tema tersebut dalam sebuah penelitian.
Ia melihat bahwa mereka yang mempedomani nilai ajaran agama disebut juga orang yang religius. Salah satu faktor yang mempengaruhi tindakan prososial adalah dimensi religiusitas. Pokok permasalahan difokuskan adalah bagaimana dimensi religiusitas mendasari tindakan prososial pengurus dalam pengasuhan anak yatim piatu di LKSA Panti Asuhan Yatim Piatu Muhammadiyah Babadan Kabupaten Ponorogo, dan seperti apa dimensi religiusitas tindakan prososial membentuk perilaku religius pengurus dalam melakukan tahapan pelayanan pengasuhan anak yatim piatu di LKSA tersebut.
Melalui hasil interaksi, pengumpulan data, dan analisa Mujahidin mendapati ada lima dinebsi akan religiusitas para pengurus LKSA Payakumba dimana yang pertama adalah dimensi keyakinan (The Ideological Dimention) yang keyakinan tersebut berasal dari Al-Qur'an dan Hadist. lalu ada dimensi peribadatan dan Prakter (The Ritualistic Dimension) dimana Tindakan kepedulian dan empati ditampakkan dalam nilai-nilai beragama sertadilatarbelakangi oleh pendidikan, pengalaman atau dinamika hidup dan pendidikan keluarga pengurus.
Selanjutnya adalah Dimensi Penghayatan (The Experiencial Dimension) dimana tindakan para pengurus ini didasari oleh panggilan hari dan secara sadar mereka lakukan, Serta ada Dimensi Pengetahuan (The Intellectual Dimension) yang berdasarkan pengetahuan agama dan wawasan pengetahuan sosial dan Dimensi Konsekuensial (The Consequential Dimesion) yang dilakukan dengan mengintensifkan dan mengoptimalkan komunikasi antar pimpinan, meningkatkan silaturrahmi dengan donator dan institusi terkait secara terstruktur dan sesuai aturan yang berlaku.
Hasil temuan dilapangan terkai tindakan prososial pengurus LKSA Payakumba didapati ada enam tindakan dimana merekan saling berbagi antara antara pengurus dan anak yatim baik dari sisi spiritual, saling tolong menolong, bekerja sama dalam mencapat tujuan pengasuhan, jujur, memberikan donasi secara sukarela dalam pembinaan anak yang memerlukan, serta mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain sesuai peraturan yang berlaku.
Disisi lain dimensi religiusitas akan tindakan prososial membentuk perilaku religius pengurus dalam pengasuhan anak yatim piatu di LKSA Panti Asuhan Yatim Piatu Muhammadiyah Babadan/ PAYAMUBA Kabupaten Ponorogo melalui tahapan pendekatan awal yang dimana pada tahapan ini pihak panti melakukan sosialisasi penyampaian informasi program pelayanan ke masyarakat mengenai Panti Payamuba dengan metode kunjungan, silaturrahmi, surat menyurat dan penjelasan langsung kepada calon anak asuh.
Tahapan berikutnya adalah pengungkapan dan pemahaman masalah dimana kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui tentang permasalahan yang terjadi pada diri si anak asuh. Pada tahapan ini pihak panti melakukan 3 (tiga) asesmen. Pertama asessment sosial yang berguna untuk mengetahui hubungan anak dengan lingkungan sosial, dan mengetahui ekonomi keluarga, dan lingkungan tempat tinggal anak seperti keluarga, teman si anak, dan kegiatan si anak di lingkungan tersebut. Kegiatan melakukan home visit seperti ini untuk menemukan kesesuaian antara kebutuhan anak dan keluarganya terhadap pengasuhan yang akan dilakukan di Payamuba. Kedua, asesmen psikologis ini dilakukan untuk mengetahui mengenai minat dan bakat yang dimiliki oleh si anak. Ketiga, asesmen kesehatan adalah upaya untuk mengetahui tentang kesehatan dan rekam jejak kesehatan si anak sebelum menjadi klien Panti Payamuba.
Tahapan selanjutnya adalah rencana pemecahan masalah/rencana intervensi, dimana kegiatannya mendiskripsikan hasil asesmen terkait jumlah dan masalah anak asuh. Hal ini dilakukan untuk menentukan sumber dana, waktu, maupun sumber daya manusia. Lalu pelaksanaan pemecahan masalah/intervensi merupakan kegiatan masa pelayanan yang didalamnya terdapat bimbingan sosial, bimbingan keterampilan, bimbingan pendidikan, pembinaan lanjutan, pemberian motivasi, resosialisasi., dan tahapan Akhir adalah pelayanan (terminasi) merupakan kegiatan penghentian pemberian layanan terhadap anak asuh.
Melalui penelitian ini Mujahidin berharap kepada Pekerja Sosial Profesional, dikarena mereka memiliki latar belakang pendidikan pekerjaan sosial dengan kompetensi generalis maupun spesialis dan memiliki kualifikasi untuk bekerja dalam bidang pelayanan anak, masalah anak dan keluarganya, fungsi pengelolaan sumber dan fungsi edukasi dan para Tenaga Kesejahteraan Sosial yang dididik dan dilatih secara profesional untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan penanganan masalah sosial dengan latar belakang Studi Kesejahteraan Sosial.
Editor | : Deasy Mayasari |