Proses Sosial Asosiatif Antar Etnis di Wilayah Pesisir Pematang Guntung

Author : Humas | Senin, 24 Juli 2023 10:57 WIB | times indonesia. - times indonesia.

Fadhil Pahlevi Hidayat, mahasiswa program studi Doktor Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang.

TIMESINDONESIA, MALANG – Desa Pematang Guntung sebagai salah satu desa di kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara memiliki masyarakat yang multikulturalisme. Beragam etnis yang bermukim ada Etnis Banjar, Melayu, Jawa, Padang, Batak, dan etnis-etnis lainnya. Dari berbagai etnis yang ada, kehidupan masyarakat tersebut hidup rukun, harmonis, dan berdampingan dari waktu ke waktu. Mengingat, adanya perbedaan-perbedaan etnis, adat istiadat, yang ada cenderung menimbulkan konflik antar suku diantara masing-masing satu kelompok yang dapat memusnahkan kelompok lainnya.

Hal menarik yang dapat dilihat dari Desa Pematang Guntung adalah berbagai etnis, khususnya Etnis Melayu dan Etnis Banjar di Desa Pematang Guntung dapat bertentangga dan hidup rukun atau berdampingan satu dengan yang lain. Bahkan Etnis Melayu dan Etnis Banjar yang ada di Desa Pematang Guntung ada yang juga menjalin hubungan hingga sampai kejenjang pernikahan (amalgamation). Ini membuktikan bahwa Etnis Melayu dan Etnis Banjar hidup dalam keharmonisasian selama menetap di Desa Pematang Guntung. 

Konteks harmonisasi yang terbentuk pada etnis Melayu dengan etnis Banjar di Desa Pematang Guntung menjadi suatu kebanggaan karena dapat menerapkan dan mengaplikasikan semboyan “Bhineka Tunggal Ika” dalam hidup bermasyarakat. Oleh karena itu, jika harmonisasi ini tidak dijaga dan dirawat dengan sebaik-baiknya, maka tidak menutup kemungkinan nantinya akan memunculkan konflik sosial yang begitu besar sehingga pengkajian untuk bentuk interaksi sosial terkait proses sosial asosiatif menjadi penting guna membentuk masyarakat yang harmonis.

Fadhil Pahlevi Hidayat yang salah satu mahasiswa program studi Doktor Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang tertarik untuk mengulas seperti apa proses sosial asosiatif antar etis yang ada di wilayah pesisir antara etnis Banjar dan Melayu di Desa Pematang Guntung dalam sebuah riset penelitian disertasi.

Dalam penelitianny, Fadhil mencoba empat indikator, yakni kooperasi, akomodasi, asimilasi, dan akulturasi. Proses sosial asosiatif yang dilakukan antar etnis di wilayah pesisir pada etnis Melayu dan etnis Banjar di Desa Pematang Guntung Kabupaten Serdang Bedagai menekankan pada penguatan kebudayaan dan keagamaan berbasis sistem ekonomi lokal guna peningkatan taraf hidup masyarakat antar kedua etnis. Beberapa upaya yang dilakukan dalam meningkatkan ekonomi lokal dengan cara membuat Kelompok Usaha Bersama (KUB). Adapun kegiatan yang dilakukan antara lain jual beli hasil nelayan hingga hasil tani dan perkebunan yang diperoleh dari hasi usaha profesi antara etnis Melayu dan Banjar di Desa Pematang Guntung Kabupaten Serdang Bedagai.

Salah satu temuan yang ia dapatkan adalah adanya kegiatan gotong royong yang menjadi salah satu kegiatan yang dinilai sebagai bentuk proses sosial asosiatif yang telah dilakukan oleh etnis Melayu dan etnis Banjar di desa tersebut. Gotong royong diaggap menjadi penting karena dapat menjadikan etnis Melayu dan Banjar memiliki rasa kesatuan dan persatuan yang utuh serta memiliki rasa tenggang rasa (toleransi) yang baik dalam menghormati satu dengan yang lain. Kegiatan yang dilakukan dalam gotong royong ini biasanya dilakukan seperti pembangunan rumah, jalan, jembatan, irigasi, membersihkan rumah ibadah, bahkan saling membantu dalam acara pesta pernikahan. 

Selain membiasakan kegiatan bergotong royong, Masyarakat desa Pematang Guntung juga melakukan musyawarah secara kekeluargaan dalam menyelesaikan serta menghidari konflik antar etnis dan meminta bantuan dari tokoh-tokoh masyarakat agar mendapat alternatif yang tepat dan efektif. Namun, yang perlu diingat adalah ada beberapa masalah yang membutuhkan penyelesaian melalui jalur hukum. Oleh karena itu, mereka memahami kapan harus menggunakan sistem hukum formal dan kapan harus mencari solusi alternatif melalui jalur kekeluargaan. Cara musyawarah, Mediasi atau negosiasi dapat menjadi pilihan yang tepat dalam beberapa kasus, terutama jika masalah yang muncul tidak terlalu kompleks atau jika pihak yang terlibat masih bisa berbicara dengan baik dan saling mendengarkan. Melalui cara ini, orang dapat mencari solusi yang saling menguntungkan untuk semua pihak dan menghindari konflik yang lebih besar di kemudian hari.

Selanjutnya Fadhil juga mendapati bahwa bentuk akulturasi antara etnis Banjar dan Melayu yang ada pada Desa Pematang Guntung terletak pada etnis Banjar, dimana etnis Banjar mengadopsi kebudayaan atau adat dari etnis Melayu dalam acara pernikahan. Etnis Melayu sendiri ketika melakukan pesta pernikahan, salah satu adatnya dikenal dengan berbalas pantun sebelum pengantin pria memasuki tempat resepsi. 

Sedangkan etnis Banjar di Desa Pematang Guntung mengadopsi berbalas pantun tersebut didalam pernikahan adat Banjar. Tidak jauh berbeda dengan konsep berbalas pantun dari Etnis Melayu, namun etnis Banjar tetap menggunakan bahasa Banjar ketika melakukan Pantun bukan bahasa Melayu. Selain itu, terdapat upah-upah yang perlu dibawa oleh pengantin pria untuk membuka palang pintu, dan memberikan uang seikhlas hati bentuk dari keseriusan si pengantin pria untuk membuka palang pintu tersebut.

Ada hal yang menarik dimana masyarakat desa memiliki sebuah kegiatan yang disebut “mewarung” yang merupakan istilah yang populer pada masyarakat ini menjadi bagian dari kesamaan yang dimiliki oleh kedua etnis Melayu dan Banjar di Desa Pematang Guntung Kabupaten Serdang Bedagai. Mewarung merupakan sebuah istilah yang dapat diartikan sebagai kegiatan berkumpul dan saling bertukar informasi mengenai berbagai hal di warung-warung. Kegiatan “mewarung” oleh etnis Melayu dan Banjar dilakukan setiap hari dengan jam-jam yang sudah terjadwal. Pada pagi hari, kegiatan “mewarung” dimulai dari jam 10.00-12.00 WIB, sedangkan untuk siang hari dimulai dari jam 15.00-17.00 WIB. Uniknya jadwal ini tidak ada disepakati sebelumnya, dan sudah menjadi ketetapan karena kegiatan “mewarung” sudah biasa dilakukan pada jam-jam tersebut.

Kegiatan ini pada dasarnya dilakukan untuk mencapai keseimbangan dan menjauhkan dari berbagai hal yang dapat menimbulkan konflik antar etnis pada masyarakat di Desa Pematang Guntung Kabupaten Serdang Bedagai. Dalam rangka membangun kepercayaan dan keyakinan masyarakat, dibutuhkan tokoh masyarakat dan tokoh agama sebagai kontrol sosial. Hal ini sebagai kunci utama dalam rangka membangun hubungan yang harmonis antar kedua etnis, terbuka dan saling respek. Pentingnya interaksi ini dilakukan memerlukan tindakan-tindakan komunikatif kedua tokoh ini untuk mencapai masyarakat yang diharapkan.

Melalui riset penelitiannya Fadhil mengungkapkan saran bahwa pemerintah perlu memperhatikan terkait pengembangan sumberdaya antaretnis dalam hal produksi pemanfaatan sumber daya alam pada Kelompok Usaha Bersama perlu ditingkatkan karena kelompok ini menjadi kunci keberhasilan dalam meningkatkan sistem kekerabatan antar kedua etnis yang menjunjung tinggi tenggang rasa (toleransi) yang baik dan menghormati satu dengan yang lain. Lalu untuk menciptakan integrasi budaya antar kedua etnis ini diperlukan beberapa struktur sosial lain yang terlibat seperti aparat keamanan yang terdiri  dari kepolisian, Babinsa dan lembaga swadaya masyarakat yang mendukung. Hal ini dilakukan dalam rangka penguatan proses sosial asosiatif antar etnis Banjar dan Melayu yang menekankan pada koperasi, akomodasi, asimilasi, dan akulturasi.

Sumber: https://timesindonesia.co.id/amp/kopi-times/462282/proses-sosial-asosiatif-antar-etnis-di-wilayah-pesisir-pematang-guntung
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared:

Kategori