TIMESJATIM, MADIUN – Selesai menjalani Program Pengabdian Masyarakat oleh Mahasiswa (PMM), mahasiswa UMM (Universitas Muhammadiyah Malang) asal Madiun dan Nganjuk kembali ke Desa Sewulan, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun. Tujuannya, mereka akan membuat katalog produk khas lokal, batik Songsong.
Mahasiswa Kelompok 61 UMM peserta Program PMM yang dinaungi Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DPPM) dan dibimbing dosen pendamping Lilis Setyowati, datang Kamis (3/9/2020) ke rumah Linawati, salah seorang pembatik di Sewulan.
Para mahasiswa mengabadikan proses pembuatan batik Songsong. "Katalog ini bertujuan untuk mengenalkan produk yang ada di Desa Sewulan kepada khalayak umum, salah satunya batik Songsong. Kami tidak hanya melihat dan memotret saja, tetapi juga ikut praktik membatik," ujar Intan Rahmadani, anggota kelompok PMM 61.
Sejarahnya, kata Intan, di Desa Sewulan terdapat usaha turun temurun masyarakat berupa batik tulis Sewulan bercorak batik klasik. Usaha itu ini erat hubungannya dengan sejarah desa dengan budaya Keraton Yogyakarta. Tetapi, seiring perkembangan zaman yang semakin modern, industri batik ini mengalami vakum.
Sejak kembali menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten Madiun dalam program pemberdayaan masyarakat desa, Pemerintah Desa Sewulan melakukan terobosan menghidupkan kembali potensi batik tulis Sewulan. Kemudian, dibranding ulang dengan nama Batik Songsong. Motif utama batik Sewulan adalah songsong atau payung, simbol benda bersejarah dalam kearifan lokal di Desa Sewulan.
Dalam sejarahnya, songsong ini menjadi awal berdirinya Desa Sewulan. Singkat cerita, Kiai Ageng Basyariyah, tokoh sentral Desa Sewulan, diminta untuk mencari songsong oleh gurunya. Hingga akhirnya Kiai Basyariyah menemukan songsong ini di tengah hutan yang saat ini menjadi Desa Sewulan. Songsong ini yang kemudian dijadikan motif batik khas Sewulan.
Linawati, salah seorang perajin batik mengatakan, harga batik Songsong Sewulan, Madiun bervariasi, mulai dari Rp 100.000 hingga Rp 600.000 per lembar. Harga ini tergantung dari rumitnya motif. "Saat ini pembuatannya masih tradisional dengan cara tulis atau canting. Sehari bisa membuat sampai tiga motif kain batik,” ujarnya.